DAHULU kala, Kabupaten Tanah Bumbu lebih dikenal dengan sebutan Batulicin.
Nama itu, sebutan itu, konon mengacu pada banyaknya orang yang terjatuh ketika berjalan di atas sebuah hamparan batu.
“Batunya licin sekali. Katanya banyak yang terjatuh saat berjalan di atasnya,” ujar Bambang kepada Radar Banjarmasin, belum lama ini.

Bambang adalah nelayan Bugis. Lahir dan besar di Batulicin.
Lokasi batu yang licin itu ujarnya berada di aliran Sungai Batulicin di Desa Kusambi. Sekitar 7,5 kilometer dari Batulicin sekarang.
“Batunya besar di tengah-tengah sungai. Kalau airnya surut kelihatan. Warga yang menyeberang dari Kusambi ke hutan sebelah, pasti melewati batu itu. Tapi batunya licin sekali,” kisahnya.
Bambang berpendapat, cerita batu yang licin itu rupanya begitu berkesan. Hingga semua wilayah yang berada di aliran sungai disebut Batulicin.
“Begitulah cerita turun temurun yang saya dengar,” ujarnya takzim.
Mengacu sejarah, Batulicin merupakan nama kerajaan yang berdiri pada tahun 1780. Wilayahnya berbatasan dengan Cantung dan Kusan. Raja pertamanya adalah Ratu Intan I.
Pusat kotanya berada di muara Sungai Batulicin, dekat pelabuhan feri, berhadapan dengan Kabupaten Kotabaru. Dari dulu sampai sekarang warga menyebut kawasan ini Muara Batulicin. Di sinilah Bambang tinggal.
Pada tahun 1860, Kerajaan Batulicin (Batoe Litjin) masuk wilayah Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe. Di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda yang berkedudukan di Samarinda.
Saat ini Batulicin merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan Batulicin. Kelurahan ini menjadi ibu kota Tanah Bumbu.
Pusat pemerintahannya juga berada di Kecamatan Batulicin, Kelurahan Gunung Tinggi.
Mayoritas mata pencaharian warga sini adalah nelayan, petani, dan pedagang. (zal/gr/fud)