Ada tiga tokoh di balik pembangunan Masjid Raya Sabilal Muhtadin, dua diantaranya adalah TNI.
Ketiga tokoh tersebut adalah Brigjen H Hasan Basry mantan Pangdam Kodam X/Lambung Mangkurat (1959—1961), Kolonel Inf Muhammad Jusi mantan Pangdam Kodam X/Lambung Mangkurat sekarang Kodam VI Mulawarman (1961—1962) dan H Maksid mantan Gubernur Kalsel kedua.
“Tiga tokoh ini berkumpul dengan ulama lalu sepakat membangun masjid berlevel provinsi,” kata Ketua pengurus Masjid Raya Sabilal Muhtadin, H Darul Quthni.
Bangunan masjid ini sekarang menjadi ikon Kalsel dan menjadi salah satu objek destinasi wisata religi. Wisatawan yang datang tidak hanya lokal, bahkan dari mancanegara.

Ia menjelaskan, sejarah singkat pembangunan ini, karena penduduk Kalsel yang mayoritas menganut agama Islam, pada zaman itu ingin sekali mempunyai masjid yang dapat dibanggakan dan digunakan pada saat ini dan akan datang.“Fungsinya sebagai pusat kegiatan Islam di Kota Banjarmasin, karena Kalsel mayoritas beragama Islam,” ujarnya.
Rencana awal bangunan masjid akan dibangun di bekas lokasi hotel. Tapi atas saran Brigjen Amir Machmud yang menjabat sebagai Pangdam X/Lambung Mangkurat menggantikan M Jusi, serta H Aberani Sulaiman Gubernur KDH lokasi bangunan dipindahkan ke areal asrama tentara Pulau Tatas.
Pertimbangan, lokasi rencana semula kurang luas, sedangkan Pulau Tatas terletak di pusat kota dan areanya cukup luas yakni 10,35 ha. Apalagi Pulau Tatas sebagai asrama tentara sudah tidak sesuai lagi untuk terletak di pusat kota.
Dengan berdirinya bangunan masjid di pusat kota diharapkan akan menambah keindahan dan keserasian kota serta memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya.
“Apakah pemilihan lokasi itu ada pembicaraan antara pemerintah daerah dengan TNI, informasinya saya kurang tahu, yang jelas hasilnya lokasinya dipilih di bekas asrama Tatas,” ujarnya.
Setelah pemilihan lokasi, pembangunannya tidak pembangunan Masjid Raya ditetapkan di Pulau Tatas, maka atas prakarsa Amir Machmud sebagai Ketua Badan Koordinasi Pembangunan Daerah Kalsel di undanglah tim ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membuat perencanaan pembangunan Masjid Raya tersebut.
Pada tahun 1964 dilakukan peletakan batu pertama oleh H Aberani Sulaiman dan Amir Machmud disaksikan, pejabat daerah, ABRI, alim ulama serta tokoh-tokoh masyarakat. Namun pembangunan tak berjalan lancar, karena pada masa itu pecah peristiwa G30S/PKI, sehingga pengerjaannya terhenti.
Zaman kepemimpinan jabatan Gubernur Subarjo tahun 1974, pembangunannya kembali dilanjutkan dan ditargetkan selesai kurang lebih 10 tahun. Perencanaan pembangunan Masjid Raya ini dipercayakan kepada PT Griya Cipta Sarana.
Sedang mengenai unsur elemen hias (aesthetic element) terutama mengenai kaligrafi serta hiasan-hiasan khas dipercayakan kepada PT Decenta Bandung.
Sebagai tindak lanjut pembangunan masjid raya, dibuatlah kesepakatan antara DPRD dan Gubernur yaitu diputuskan pembangunan masjid raya dicantumkan dalam APBD Kalsel dan didukung Kodam X/Lambung Mangkurat, antara Gubernur Kepala Daerah dengan Pangdam X/Lambung Mangkurat (1971-1974) Brigjen Ichsan Sugiarto diadakan persetujuan tukar menukar komplek Asrama Tatas dan kemudian diteruskan Brigjen Supardjo. Persetujuan tukar menukar itu kemudian direstui oleh Menhankam serta Presiden RI.(gmp/by/ran)