PENDIRI Kerajaan Banjar, Sultan Suriansyah pernah bersembunyi. Menyamar sebagai nelayan di Kampung Balandean (berada di Kabupaten Barito Kuala).
Kala itu namanya masih Pangeran Samudera. Ia lari dari kejaran pamannya sendiri, Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Daha.
Penyebabnya adalah intrik istana dan perebutan tahta.
“Maharaja Sukarama lebih menyukai Pangeran Samudera daripada anaknya (Pangeran Tumenggung),” kata Dosen Prodi Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur.

Maharaja ingin mewariskan tahtanya kepada Samudera. Memicu kebencian Tumenggung.
“Hingga menjadi perang saudara,” tambah Ketua Lembaga Kajian Sejarah Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan itu.
Khawatir dibunuh, Samudera kabur. Berkelana hingga tiba di daerah sunyi di muara Sungai Barito.
Di sana ada Kampung Balandean, Sarapat, Muhur, Tamban, Kuin, Balitung dan Bandarmasih (sekarang menjadi Banjarmasin).
Kampung yang disebut terakhir juga disebut dengan nama Kampung Melayu. Sebuah perkampungan yang dibentuk lima sungai.
Kala itu hubungan orang Melayu dan Ngaju sangat erat. Hasil hutan dibawa orang Ngaju turun ke Bandarmasih. Orang Melayu menjadi perantara penjualannya.
Di sepanjang aliran Sungai Barito, para pedagang memandang perpaduan mereka sebagai kekuatan yang patut disegani.
“Maka wajar bila daerah itu dipilih Raden Samudera sebagai tempat persembunyiannya,” jelas Mansyur.
Di sana, Samudera hidup menyendiri jauh dari permukiman. Di Balandean ia hidup sebagai nelayan. Ikan hasil pancingan ditukar dengan beras.
Namun penyamaran itu terbongkar. Orang-orang curiga karena perawakan, perilaku, dan tata bicaranya tidak seperti rakyat jelata.
Laporan kecurigaan itu sampai ke telinga Patih Masih, penguasa Bandarmasih.
“Setiap kali petinggi kerajaan atau orang besar datang ke Bandarmasih, dia (Samudera) menghilang. Seakan bersembunyi. Menambah kecurigaan Patih Masih,” tambahnya.
Samudera tidak selalu berada di Balandean. Terkadang ia juga menghuni sebuah gubuk kecil di Muara Alalak.
Meski bajunya lusuh, tapi ciri-ciri kebangsawanannya tak bisa dihilangkan.
Patih Masih pun yakin, inilah anak yang hilang itu. Yang selama ini dicari-cari untuk dibunuh.
Patih Masih kemudian memanggil Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuin untuk berunding.
Mereka sepakat untuk menaikkan Samudera ke kursi kerajaan. Sebab mereka sudah bosan mengantar upeti ke Daha.
Singkat cerita, perang tak terelakkan. Di tengah kekacauan, Samudera meminta bantuan Kerajaan Demak.
Demak bersedia membantu, syaratnya Samudera dan rakyatnya bersedia memeluk Islam–kalah atau menang. Samudera menyanggupi.
Pangeran Hindu itu akhirnya membaca syahadat, Berganti nama menjadi Suriansyah. (zkr/gr/fud)