BANJARBARU – Penyematan gelar haji maupun hajjah sangat akrab dan populer pada masyarakat Banjar dan penduduk Indonesia umumnya. Gelar ini resmi disandang jemaah usai menunaikan rangkaian ibadah haji. Terutama setelah wukuf di Padang Arafah.
Ketua Lembaga Kajian Sejarah Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan, Mansyur mengatakan penyematan kata haji sebagai gelar bagi seseorang ini termasuk unik.
Diungkapkannya, bahwa gelar ini hanya ada di wilayah Asia, terutama Melayu Asia Tenggara. Sementara di luar negeri, di Arab Saudi atau negara negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya, jarang terdengar memakai gelar haji.

Pada masyarakat Banjar, gelar haji dan hajjah akan otomatis melekat bagi yang sudah menunaikan ibadahnya ke Mekkah. Selain itu, gelar ini juga sebagai tanda status sosial tinggi dari strata kekayaan. “Secara tersirat, ada kebanggaan tersendiri ketika seseorang menyandang gelar haji atau hajjah,” ucap Dosen Prodi Sejarah, FKIP ULM Banjarmasin ini.
Bahkan setiap kali menjelang pilkada/pileg di Tanah Banjar, gelar haji selalu terpampang di poster, hingga iklan baik media cetak dan elektronik.
“Lihat saja sekarang kontestan akan menampilkan huruf H di depan namanya. Terlepas dari niat dan sebagainya, gelar haji menjadi alat mengesahkan bahwa kontestan adalah muslim, saleh, dan taat pada ajaran Islam,” jelasnya.
Mansyur menunjukkan sebuah artikel yang memperkuat bahwa ada kebanggaan tersendiri ketika seseorang menyandang gelar haji. Judulnya ‘Asal Usul Gelar Haji dan Kebiasaan Penisbatannya’.