Mendengar nama Bagau, konotasi di kepala tak jauh dari kata lokalisasi. Namun tidak banyak yang tahu bahwa tempat satu ini ternyata dulunya nama sebuah kampung tua di Banjarmasin.
***
Sejarawan Banua, Mansyur menukil riset Idwar Saleh tentang Banjarmasin bahwa Kampung Bagau muncul sejak abad 19. Pada abad itu, kebiasaan Ngayau dan sebagainya belum dapat dihapuskan di wilayah Borneo. Kebiasaan ini menjadi ancaman keamanan kampung-kampung di Karesidenan Borneo bagian selatan dan timur, sekarang Kalimantan Tengah (Kalteng).

Seorang penduduk Kampung Mandomai Kalteng bernama Rajam pindah ke Banjarmasin. Rajam dan keluarganya memiliki wilayah otonom, yakni sebuah anak sungai yang merupakan bagian dari anak Sungai Martapura. Tepatnya di seberang Teluk Tiram.
“Sungai ini diberi nama Sungai Bagau. Gau dalam Bahasa Dayak artinya cari. Jadi Sungai Bagau artinya Sungai Bacari dalam pengertian sungai tempat mencari rezeki untuk hidup,” bebernya.
Keberadaan kampung Bagau ini, terang dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini, juga sesuai The Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (Jurnal Hindia Timur) tahun 1838.
“Pada jurnal itu disebutkan Kampung Bagau adalah salah satu kampung yang ada di Ibu Kota Banjarmasin,” imbuhnya.
Dalam kamus bertitel Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie, tahun 1861 yang direpro ulang oleh VJ Veth tahun juga memaparkan wilayah Bagaauw (Bagau) adalah kampung utama yang menjadi wilayah Banjarmasin.
Diperkirakan Sungai Bagau, pada awal abad ke-20, menjadi tempat sakral. Penulis Amir Hasan dalam bukunya Suluh Sedjarah Kalimantan menyebutkan Muara Bagau sebagai tempat keramat pertama dari 20 tempat khusus yang dihuni oleh orang gaib di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya.