DI KABUPATEN Barito Kuala, khususnya di Kecamatan Marabahan, ada sebuah budaya untuk menyambut seorang anak yang baru lahir.
Namanya bapalas bidan.
Di Kelurahan Ulu Benteng, tradisi ini dijalankan turun temurun dari nenek moyang hingga generasi sekarang.
Terus, apa itu bapalas bidan? Tahulah Pian?

Bapalas bidan sejatinya adalah ungkapan syukur atas keselamatan ibu dan anak. Sebuah ucapan terima kasih kepada dukun beranak atau bidan yang membantu persalinan.
Bapalas bidan biasanya digelar tujuh hari setelah kelahiran atau saat tali pusar terlepas. Biasanya bidan yang membantu persalinan akan diundang ke rumah ibu yang bersangkutan.
Untuk lebih memahaminya, Radar Banjarmasin mewawancarai Rusilawati. Sudah bertahun-tahun ia mengabdi menjadi bidan di Pustu Ulu Benteng.
Ila, panggilannya, kerap diundang saat ada bapalas bidan.
Setahunya, tidak semua warga Ulu Banteng masih setia menjaga tradisi ini. Kembali pada individunya masing-masing.
“Tetapi di sini memang rata-rata masih melaksanakan bapalas bidan,” ujarnya.
“Katanya bapalas bidan untuk menggantikan (menebus) bantuan yang diberikan bidan,” jelasnya.
Cara menebusnya dengan memberikan seserahan piduduk (sesajen). Piduduk yang diserahkan berupa beras, gula merah, telur, dan kelapa.
“Piduduk diberikan kepada bidan setelah semua proses bapalas bidan selesai,” ujarnya.
“Intinya bapalas bidan merupakan ucapan terima kasih kepada bidan,” tambah Ila.
Ila sendiri diajari prosesi ini dari dukun beranak desa sebelumnya. “Dulu kami (bidan) bermitra dengan dukun beranak untuk membantu persalinan,” akunya.
Setahunya, tidak mesti sepekan setelah hari kelahiran. Ada juga yang mengadakan bapalas bidan berbarengan dengan aqiqah atau tasmiyah.
Tata caranya, bayi dimandikan oleh bidan. Sambil dibacakan dua kalimat syahadat dan diwudukan.
Lalu, bidan menyerahkan si bayi kembali kepada ibunya lewat upacara tapung tawar. Itu cara yang ringkas.
Yang lebih panjang, kaki si bayi dijejakkan ke atas tanah. Sebagai tanda bahwa si anak telah siap mengawali kehidupannya di dunia.
Kemudian bidan mengelilingi bayi dengan dedaunan hidup, seperti daun sawang atau pandan. Tujuannya untuk menghindari gangguan makhluk halus.
Setelahnya, si bayi kembali diputari dengan lilin. Diyakini untuk menerangi kehidupan anak.
Selanjutnya, si bayi dimasukan ke dalam ayunan. Kain ayunannya sebanyak tiga lapis. Lapis pertama dan kedua adalah kain warna-warni. Melambangkan lika liku dan suka duka kehidupannya nanti.
Dan lapis ketiga mesti warna kuning. Perlambang emas. “Emas adalah simbol kemewahan. Ketertarikan orang-orang kepada si bayi,” ujar Ila.
Sebagai penutup bapalas bidan, ibu dan bidan saling mengucapkan terima kasih. Ditandai dengan penyerahan piduduk.
“Di lokasi acara, juga disediakan sebilah rotan. Diyakini untuk mengganti tali pusat bayi. Sebagai perlambang panjang umur,” pungkasnya. (bar/gr/fud)