YOGYAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) menggelar dialog nasional “Model Kelola Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan”, Selasa (29/11).
Bertempat di Hotel The Alana, Kabupaten Sleman Provinsi D.I. Yogyakarta, dialog ini bagian dari agenda KLHK yang mengangkat tema “Aktualisasi Kerja Lingkungan dalam Spirit Religi”.
Tujuan dari dialog ini untuk membuka wawasan, sekaligus penyadartahuan kepada seluruh lapisan masyarakat tentang konsep, kebijakan, serta penerapan model kelola kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
Ada tiga narasumber yang dihadirkan dalam dialog nasional ini. Yakni, Ketua PBNU KH. Moh Mukri yang menyampaikan materi ”Kelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Perspektif Islam”.

Kemudian, Wali Kota Madiun H. Maidi, dengan materi ”Kebijakan dan Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi Tata Kelola Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan”.
Terakhir, Ketua KTH Sedyo Rukun, Sudarmi yang berbagi pengalaman tentang ”Implementasi dan praktik-praktik Kelola Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Perhutanan Sosial pada KTH Sedyo Rukun”
Direktur Jenderal PSKL, Dr. Ir. Bambang Supriyanto saat membuka kegiatan menyampaikan, dialog nasional ini merupakan salah satu upaya KLHK untuk menerjemahkan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat, dalam berinteraksi dengan lingkungan dan hutannya secara arif serta bijaksana. “Yakni melalui pendekatan nilai religi dan berakhlak, serta penguatan modal sosial,” katanya.
Dalam sesi dialog nasional, Bambang menuturkan, perhutanan sosial memastikan sarana pengentasan kemiskinan masyarakat, khususnya di sekitar hutan dapat dilakukan dengan model yang menciptakan keharmonisan, antara peningkatan kesejahteraan dengan setaraan dan pelestarian lingkungan.
Sisi lain, Ketua PBNU H. Moh. Mukri, M.Ag menjelaskan, terdapat tiga ukhwah/hubungan dalam Islam. Yakni, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam.
“Ketiga hubungan ini perlu bersinergi dan saling mendukung untuk mencapai kesempurnaan iman,” ucapnya.
Menurutnya, kepedulian kepada lingkungan dengan tidak merusaknya bisa menjadi pembeda amalan antara orang beriman dan yang ingkar. “Orang beriman menjadikan penciptaan bumi dan isinya sebagai sarana meningkatkan keimanan, karena banyak ibrah (contoh) dan hikmahnya,” ujarnya.
Sedangkan Wali Kota Madiun, H. Maidi bertutur bahwa pemerintahan yang baik dimulai dari pelayanan masyarakat yang baik.
Kota Madiun sendiri sudah siap menjadi Smart City, melalui enam indikator utama. Yaitu, Smart Governance, Smart Branding, Smart Economy, Smart Living, Smart Society dan Smart Environment.
Indikator Smart Environment diarahkan dalam mewujudkan tata kelola lingkungan yang baik, bertanggungjawab, dan berkelanjutan. Salah satunya melalui program Kampung Iklim Literasi, yang menjadi kerja bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Sementara itu, Sudarmi menyampaikan bahwa Kelompok Tani Sedyo Rukun senantiasa berinovasi untuk mengembangkan potensi yang ada dalam pengelolaan lahan dan sumber daya hutan.
“Sehingga melalui Perhutanan Sosial dapat mewujudkan kelestarian hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dan memperkuat ekonomi masyarakat sekitar,” paparnya.
Di akhir dialog, para narasumber sepakat bahwa kata kunci keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan adalah pengarasutamaan peran local champions sebagai katalis yang memperkuat modal sosial masyarakat.
Kehadiran local champion yang dipercaya oleh masyarakat juga berperan penting untuk membentuk dan membangun kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungannya. (ris)