Sebagai Kota Seribu Sungai, Banjarmasin dihiasi sejumlah jembatan-jembatan ikonik. Beberapa jembatan ternyata lebih tua dari yang lain dan memiliki sejarah panjang karena dibangun sejak zaman Belanda.
1. Jembatan Dewi
Jembatan ini membentang kokoh di atas Sungai Martapura. Menghubungkan antara Jalan Hasanuddin HM dan Jalan A Yani. Dibangun pada zaman Hindia Belanda. Jembatan ini menghubungkan dua wilayah antara Pulai Tatas dan Hulu Sungai.

Material bangunan jembatan didominasi bahan kayu ulin. Konstruksinya pun unik. Jembatan ini memiliki bagian tengah yang dapat diangkat. Guna memudahkan perahu yang hendak melintas.
Jembatan Ringkap dibuka tahun 1914. Saat pembukaan, warga Banjarmasin memadati jembatan ini tertarik dengan keunikannya yang menjadi jembatan dengan struktur buka tutup terpanjang di Banjarmasin.

Sebelum bernama Dewi, jembatan ini bernama jembatan Ringkap karena keunikannya. Nama Dewi diambil sebagai kebiasaan warga setempat menyebut bioskop Dewi yang dibangun di dekat jembatanpada tahun 1960-an.
2. Jembatan Pasar Lama
Jembatan Pasar Lama dibangun untuk menyambungkan daerah Sungai Mesa atau Seberang Masjid dengan Pasar Lama yang menjadi salah satu pusat perniagaan Banjarmasin kala itu. Jembatan ini juga awalnya diberi nama Jembatan Coen untuk menghormati Gubernur JP Coen yang bertahta di Batavia sebagai pusat pemerintahan kolonial.

Pada saat Bandjarmasin ditetapkan sebagai ibukota Borneo maka para insinyur Belanda mengubah konstruksinya dari kayu ulin kepada konstruksi beton. Belum diketahui pasti pada tanggal berapa jembatan ini pertama kali diresmikan. Namun ditengarai jembatan ini telah membentang melalui tiga zaman; zaman kolonial Belanda, zaman pendudukan Jepang, sampai zaman kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada pendudukan Jepang, terjadi penghancuran beberapa fasilitas umum oleh tentara Belanda pimpinan Gubernur Borneo BJ Haga dengan tujuan agar Jepang tidak menguasainya. Jembatan Coen termasuk yang mengalami kerusakan. Kejadian ini membuat Jepang murka dan menangkap para pelaku yang terlibat termasuk Walikota Bandjarmasin saat itu Van der Muelen yang kemudian dieksekusi dengan hukuman penggal kepala di atas Jembatan Coen.
Setelah era pendudukan Jepang berakhir, masyarakat sekitar sudah terbiasa dengan penyebutan Jembatan Pasar Lama. Pada tahun 1950-an di era kemerdekaan, Jembatan Pasar Lama mengalami beberapa perbaikan. Karena keterbatasan dana dari pemerintah pusat maka Pangeran Mohammad Noor menyumbangkan uang pribadinya sebesar 100 ribu rupiah atau setara 735 gram emas saat itu demi pemeliharaan Jembatan Pasar Lama.
3. Jembatan Sudimampir
Jembatan ini berada di tempat paling strategis di Banjarmasin sekarang. Menghubungkan dua jalan yakni Jalan Pangeran Antasari di Banjarmasin Timur dan Jalan Pangeran Samudera di Banjarmasin Tengah.

Tidak jelas kapan persisnya tahun pembangunan jembatan Sudimampir, namun seperti banyak jembatan di Banjarmasin, jembatan Sudimampir juga sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
4. Jembatan Putih
Jembatan Putih adalah sebuah jembatan dengan struktur kayu yang membentang di atas sungai Kuin yang memisahkan Kuin Selatan dengan Kuin Utara.
Menurut keterangan warga setempat, jembatan ini sudah berusia lebih dari 200 tahun.

Pada masanya, jembatan ini dilintasi oleh warga Kuin Selatan yang ingin menuju ke Masjid Sultan Suriansyah di Kuin Utara yang juga menjadi masjid tertua di Kalsel. Karena terbuat dari kayu ulin dan berada di lalulintas perkampungan yang padat, jembatan ini sudah beberapa kali mengalami kerusakan dan diperbaiki.
Hingga sekarang, Jembatan Putih ini pun tetap bertahan meski sudah ada jembatan baru yang menghubungkan kawasan Kuin Utara dan Kuin Selatan seperti jembatan Patih Masih (jembatan HKUN) dan Jembatan Pangeran (jembatan S Parman).