Belum semua pejuang bisa dianugerahi dengan gelar pahlawan. Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia yang juga turut terlibat dalam berbagai kegiatan sejarah panjang perjuangan kemerdekaan juga mempunyai beberapa nama pejuang yang telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Berikut pejuang pahlawan dari Kalimantan yang turut berjuang melawan penjajah.
1) Pangeran Antasari
Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 1797 atau 1809 dan wafat di Bayan Begok pada tanggal 11 Oktober 1862. Pangeran Antasari merupakan seorang Sultan serta dan pemimpin dalam Perang Banjar untuk melawan pasukan kolonial Belanda.
Pangeran Antasari memiliki nama kecil yakni Gusti Inu Kertapati, dari ibu Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman dan ayahnya Pangeran Masohut bin Pangeran Amir. Ayahnya merupakan cucu dari Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang tak bisa naik tahta pada 1785 karena diusir oleh Pangeran Nata, Walinya yang lalu mengangkat dirinya menjadi Sultan Tahmidullah II dengan bantuan dari pihak Belanda.


Pangeran Antasari tak sekadar dianggap sebagai pemimpin suku Banjar tetapi juga dianggap sebagai pemimpin oleh berbagai suku yakni Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Ngaju, Maanyan, Siang, Bakumpai dan suku-suku lain yang berada di kawasan pedalaman serta sepanjang sungai Barito.
Beliau meninggal karena terserang penyakit paru-paru dan cacar pada usia 75 tahun dan perlawanannya dilanjutkan oleh putranya yakni Muhammad Sema. Pangeran Antasari dianugerahkan sebagai pahlawan nasional pada 27 Maret 1968.
2) Brigjen Hasan Basri
Brigjen Hasan Basri lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan pada tanggal 17 Juni 1923 dan wafat di Jakarta pada tanggal 15 Juli 1984. Beliau merupakan salah seorang tokoh militer yang turut berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia terutama di Kalimantan Selatan
Beliau merupakan pendiri Batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan, serta disebut sebagai Bapak Gerilya Kalimantan oleh Ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962.

Beliau berhasil untuk memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia pada 17 Mei 1949. ALRI kemudian dilebur ke dalam TNI AD Divisi Lambung Mangkurat dan beliau diangkat sebagai Letnan Kolonel. Pada 3 November 2001, Brigjen Hasan Basri diberikan gelar sebagai pahlawan nasional dari Banjarmasin oleh pemerintah.
3) Idham Chalid
Salah satu politisi Indonesia yang sangat memberikan pengaruh pada zamannya, Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan pada tanggal 27 Agustus 1921 dan meninggal pada tanggal 11 Juli 2010 di Jakarta.
Beliau pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia di Kabinet Ali Sastroamidjojo dan di Kabinet Djuanda, Ketua MPR dan DPR pada 1972-1977, Idam Chalid juga aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan serta pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Nadhlatul Ulama sejak 1956-1984.

Idham Chalid telah aktif di PBNU sejak usia remaja dan pernah menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang Kalimantan Selatan saat NU masih menjadi bagian dari Masyumi. Bahkan, pernah menjadi anggota DPR RIS (1949-1950), Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (1952-1956) sebelum menjadi Ketua Umum NU pada 1956 dan merupakan orang terlama yang pernah menjabat sebagai ketua NU.
Gelar pahlawan nasional dari Banjarmasin dianugerahkan oleh pemerintah pada 7 November 2011 sebagai putra Banjar ketiga yang diangkat sebagai pahlawan nasional
4) Ir. Pangeran H. Mohammad Noor
Ir. Pangeran H. Mohammad Noor lahir pada tanggal 24 Juni 1901 di Martapura. Beliau merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Banjar. Ir. Pangeran H. Mohammad Noor adalah cicit dari Ratu Anom Mangkubumi Kentjana bin Sultan Adam al-Watsik Billah.
Pada masa itu, Kesultanan Banjar telah dihapuskan secara sepihak oleh Belanda ketika menjelang akhir Perang Banjar. Sehingga keluarga Kesultanan yang tak lagi mempunyai hak istimewa menjadi terpencar di mana-mana dan menjadi jatuh miskin.
Ir. Pangeran H. Mohammad Noor bisa bersekolah di HIS, MULO, HBS lalu Techniche HoogeSchool (ITB) hingga memperoleh gelar Insinyur pada 1927, setahun setelah Ir. Soekarno.Beliau tak bekerja untuk Belanda, melainkan memilih untuk berjuang dengan rakyat dan menggantikan ayahnya dalam Volksraad sebagai wakil Kalimantan pada 1935-1939.

Lalu, Ir. Pangeran H. Mohammad Noor aktif sebagai anggota PPKI dan turut melawan tentara sekutu pada pertempuran Surabaya Oktober-November 1945.
Pada masa revolusi tahun 1945-1949, Ir. Pangeran H. Mohammad Noor mendirikan pasukan MN 1001 untuk beroperasi di Kalimantan Selatan dengan dipimping Hassan Basri dan juga di Kalimantan Tengah dengan dipimpin Tjilik Riwut.
Kemudian, beliau diangkat menjadi Gubernur Kalimantan pertama yang berkedudukan di Yogyakarta ketika Agresi Militer Belanda I dan II, kemudian Ir. Pangeran H. Mohammad Noor membantu Idham Chalid dan rekan-rekannya untuk bertemu dengan Mohammad Hatta yang meminta agar Kalimantan terus berjuang secara politik dan militer meskipun belum bisa dibantu oleh Pusat.
Selanjutnya, Ir. Pangeran H. Mohammad Noor diangkat menjadi Menteri PU dan berhasil menyelesaikan proyek Sungai Barito, pembukaan pesawahan pasang surut atau P4S, membangun PLTA Riam Kanan dan sebagian kanal di Banjarmasin-Sampit, serta mengeruk ambang Barito yang bisa meningkatkan kemakmuran di lembah sungai Barito. Beliau dianugerahi sebagai pahlawan nasional dari Banjarmasin pada tahun 2018.
5) Sultan Hidayatullah II
Sultan Hidayatullah II, terlahir dengan nama Gusti Andarun, dengan gelar mangkubumi Pangeran Hidayatullah kemudian bergelar Sultan Hidayatullah Halil Illah. Beliau lahir di Martapura, 1822 dan wafat di Cianjur, Jawa Barat, 24 November 1904 pada usia 82 tahun. Sultan Hidayatullah adalah pemimpin Kesultanan Banjar yang berkuasa antara tahun 1859 hingga 1862. Sultan Hidayatullah dikenal sebagai salah seorang tokoh pemimpin Perang Banjar yang melawan pemerintahan Hindia Belanda.
Terlahir sebagai anak dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiq Billah, Gusti Andarun menjadi kandidat utama pewaris takhta Kesultanan Banjar untuk menggantikan kakeknya Sultan Adam, tetapi posisi tersebut malah diduduki oleh kakak tirinya Tamjidullah II yang memperoleh dukungan dari pemerintah Hindia Belanda.

Peristiwa ini menciptakan terjadinya perpecahan di lingkungan keluarga bangsawan Banjar dan masyarakat, dimana tercipta kubu pendukung Tamjidullah yang dekat dengan Belanda serta kubu pendukung Gusti Andarun yang tak setuju dengan keputusan pemerintah Hindia Belanda tersebut. Untuk meredam ketegangan, pada tahun 1856 pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat Gusti Andarun sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan) Banjar dengan diberikan gelar Pangeran Hidayatullah.
Pengangkatan tersebut ternyata tak dapay meredakan ketegangan antara keluarga bangsawan, masyarakat, serta pemerintah Hindia Belanda. Ketegangan ini pun menjadi pemicu terjadinya Perang Banjar, dimana pada tanggal 18 April 1859, pasukan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara Oranje-Nassau di daerah Pengaron. Pemerintah kolonial lalu memakzulkan Tamjidullah serta mencoba menobatkan Hidayatullah sebagai sultan, tetapi Hidayatullah menolak tawaran tersebut. Beliau dinobatkan oleh para panglima Banjar untuk menjadi sultan pada September 1859, dengan gelar Sultan Hidayatullah Halil Illah.
Sultan Hidayatullah memimpin Perang Banjar hingga tahun 1862, saat beliau beserta keluarganya berhasil ditangkap oleh pihak Hindia Belanda. Sultan Hidayatullah, keluarga, dan sebagian pengikutnya kemudian diasingkan ke Cianjur, dimana beliau menghabiskan sisa hidupnya disana hingga wafat pada tahun 1904. Atas sikapnya yang anti-imperialis serta kepemimpinannya dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda dalam Perang Banjar, pada tahun 1999 pemerintah Indonesia menganugerahkannya Bintang Mahaputera Utama.