REVOLUSI 4.0 masih terus terjadi. Terbaru dunia dihebohkan dengan kehadiran ChatGPT. ChatGPT adalah sebuah perangkat lunak dengan menggunakan model besar bahasa yang dikembangkan oleh OpenAI, sebuah perusahaan teknologi asal Amerika Serikat.
Oleh: REINDY THEDJA SUKMANA
Guru MAN 3 Banjarmasin
Alumni UIN Antasari

Sebagaimana namanya, ChatGPT dapat berinteraksi dengan penggunanya layaknya kita sedang chatting (mengobrol) dengan teman. Aplikasi ini mampu menjawab secara langsung pertanyaan dengan memberikan jawaban-jawaban yang kreatif. ChatGPT mengolah data dari jutaan teks dan informasi yang tersebar di internet seluruh dunia untuk kemudian diolah guna menjawab pertanyaan penggunanya.
Selama ini kita akrab menggunakan Google untuk mencari informasi. Lantas apa perbedaan Google dengan ChatGPT? Google adalah mesin pencari yang menyediakan berbagai macam informasi sesuai kata kunci yang dimasukkan. Google hanya memberikan informasi yang masih bersifat satu arah. Google tidak menyediakan jawaban secara spesifik sebagaimana yang dimaksud penggunanya. Sedangkan ChatGPT mampu mengolah data menjadi jawaban dalam bentuk percakapan. Secara sederhana dapat disimpulkan, ChatGPT lebih memberikan komunikasi dua arah (interaktif) dari pada Google.
ChatGPT dalam Dunia Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, guru dapat memanfaatkan ChatGPT untuk menunjang proses pembelajaran. Guru dapat meminta siswa menggunakan ChatGPT untuk mencari informasi yang lebih mendalam terhadap sebuah topik materi pembelajaran. Secara mandiri siswa dapat melakukan eksplorasi yang lebih luas terhadap kata kunci penting (keywords) dalam materi pemebajaran. Apabila selama ini materi hanya terbatas dari buku paket, maka kehadiran ChatGPT dapat menjadi salah satu alternatif tambahan sumber informasi bagi siswa dalam pembelajaran.
Kehadiran ChatGPT dapat menjadi “guru” dalam dunia maya bagi siswa. Terkadang siswa menghadapi kesulitan dalam memahami sebuah materi pelajaran. Sehingga ia memerlukan penjelasan lebih lanjut terhadap materi tersebut. Dengan menggunakan ChatGPT siswa dapat bertanya tanpa batasan waktu dan di mana saja.
Penggunaan ChatGPT juga dapat membangun kemandirian siswa dalam belajar. Secara mandiri siswa dapat mengajukan sebuah pertanyaan dan dapat cepat mendapatkan jawabannya. Siswa juga dapat meminta umpan balik terhadap tugas sekolah yang sedang dikerjakannya. Diharapkan siswa semakin memiliki kemandirian dan inisiatif dalam belajar.
Selain memberikan berbagai kemudahan bagi guru dan siswa, ChatGPT juga memiliki sejumlah dampak negatif yang perlu diwaspadai bersama. Kemudahan yang diberikan melalui ChatGPT untuk mendapatkan informasi yang sudah tersusun dalam bentuk jawaban dapat menjadikan siswa malas untuk menyusun sendiri argumentasi jawabannya melalui pendapatnya sendiri. Siswa akan cenderung meng-copy paste secara utuh jawaban yang dibuat oleh ChatGPT. Siswa menjadi tidak terbiasa berargumentasi menyusun jawabannya sendiri.
ChatGPT memberikan jawaban berdasarkan data yang dimilikinya. Apabila data yang digunakan ChatGPT untuk mengolah informasi salah, maka jawaban yang diberikan oleh ChatGPT juga akan salah. Kebenaran jawaban ChatGPT sangat bergantung pada kualitas data yang diolahnya. Pengguna ChatGPT tidak dapat bertaklid buta pada jawaban yang dihasilkannya. Di sinilah tetap diperlukan sikap kritis penggunanya. Pengguna masih perlu meriset dan membandingkan dengan sumber informasi lain yang terpercaya agar dapat memastikan kebenaran jawaban yang diberikan ChatGPT. Dalam dunia pendidikan apabila siswa hanya mengandalkan jawaban dari ChatGPT tanpa kritis melihat jawabannya, sangat rawan siswa mendapatkan dan menggunakan jawaban yang ternyata salah.
Kemudahan penggunaan ChatGPT juga dapat berdampak tingginya kecurangan siswa dalam mengerjakan tugas. Siswa mencari cara yang dirasanya mudah dan cepat untuk mencari jawaban tanpa perlu repot-repot membaca literatur dan menuangkannya dalam bentuk karya tulis.
Bagaimana Sikap Kita?
Sebagai sebuah kemjuan teknologi, kehadiran ChatGPT harus diterima sebagai sebuah keniscayaan. Bersikap resisten terhadap perkembangan teknologi tidak akan membantu. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana penggunaannya dapat diatur secara tepat sehingga tidak merugikan dunai pendidikan.
Guru tidak perlu merasa rendah diri (inferior) dengan hadirnya aplikasi canggih seperti ChatGPT. Sebab kehadiran seorang guru masih sangat diperlukan dalam dunia pendidikan. Apabila aplikasi seperti ChatGPT bagaikan meyediakan bahan mentah informasi bagi siswa, maka guru-lah yang bertugas memastikan apakah bahan mentah tersebut memang layak untk dikonsumsi siswa. Aplikasi seperti ChatGPT tidak dapat menggantikan sentuhan interaksi langsung dalam proses belajar mengajar.
Dalam konteks dunia pendidikan yang lebih luas, perlu ada regulasi yang jelas bagaimana penggunaan kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan. Sampai sejauh mana ia boleh digunakan dan apa rambu-rambu penggunaannya. Regulasi yang jelas ini sangat diperlukan agar kehadiran ChatGPT dapat memberikan maslahat, bukan mudarat. (al/fud)