“Politisi tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat memercayainya”. – Charles de Gaulle (Mantan Presiden Perancis)
Oleh: ANDI TENRI SOMPA
Ketua KPU Kalsel
Percayakah Anda dengan omongan dan janji politisi? Apapun jawabannya, saya tak bermaksud mempersoalkan, apalagi memperdebatkan dengan argumentasi teoritik.

Namun, pertanyaan retoris ini patut menjadi renungan bersama, bila seorang negarawan, jenderal militer, sekaligus politisi, dan mantan Presiden Perancis—Charles de Gaulle—mengatakan bahwa politisi saja tak pernah percaya dengan ucapannya sendiri. Sebaliknya, mereka justru terkejut bila rakyat memercayainya.
Bila politisi—seperti dikatakan Charles—tak mempercayai omongannya sendiri, lalu siapa yang pantas dipercaya dalam sistem politik yang masih mengadopsi sistem kepartaian. Tak usah mencari jawabannya, karena dalam politik selalu ada area abu-abu yang bisa memberi ruang tafsir sesuai kepentingan dan keinginan.
Kita perlu mencari cara pandang baru bagaimana melihat politik dan politisi dalam perspektif yang lebih luas. Terlepas dari percaya atau tidak, suka atau tidak, selama sistem politik dan cara kita memilih wakil rakyat dan presiden masih melalui mandat partai, maka kita harus tetap memilih mana yang terbaik—menurut versi kita sendiri tentunya.
Kita memang terbiasa melihat dan menilai sesuatu dari cara pandang patron-klien. Sejarah panjang kolonialisme mematri dalam benak kita bahwa interaksi antarmanusia dikarakterisasi oleh struktur hierarki, di mana hanya orang-orang terpilih yang bisa menempati strata tertinggi. Post-kolonialisme, struktur hierarki tersebut tak berubah dan masih kokoh berdiri, bahkan kini ditempati oleh bangsa sendiri.
Struktur abstrak ini ada di mana-mana. Tak perlu saya jelaskan lebih dalam apa maksud struktur abstrak ini. Saya rasa kita semua sudah memahami dan mengerti bagaimana budaya patron masih melekat kuat hampir dalam semua lapisan masyarakat kita.
Ingat, politik bukanlah relasi dan interaksi antara majikan dan pembantu, tapi konsensus yang setara antara rakyat dan partai politik dalam keterikatan etik dan moral. Demokrasi akan dirasakan bila rakyat bisa mempertanyakan otoritas dan kapasitas seorang politisi yang akan menjadi wakil dan pemimpinnya.
Harapan ini bukan angan-angan yang utopis. Namun, bila kita serius berkeinginan menciptakan politik dan pemerintahan yang demokratis, maka seharusnya dimulai dari bagaimana partai mencalonkan caleg yang benar-benar sesuai harapan dan keinginan rakyat.