31.1 C
Banjarmasin
Sunday, 2 April 2023

Demi Sekolah, Siswa Pertaruhkan Nyawa

AKHIR-akhir ini banyak diberitakan di media massa tentang sekelompok siswa SD di berbagai daerah yang harus menempuh bahaya dan bahkan mempertaruhkan nyawa ketika berangkat ke sekolah. Terutama siswa yang bersekolah di desa terpencil atau di pedalaman.

Oleh: SYAIFUL BAHRI DJAMARAH
Dosen PAI dan PPG Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari Banjarmasin

Ini bukan persoalan biasa. Tetapi, ada semangat yang luar biasa pada diri setiap siswa tersebut. Bayangkan, dengan segala kekurangan yang dimiliki, para siswa itu tanpa takut melintasi jembatan hampir runtuh atau menyeberangi sungai lebar berarus deras tanpa alat pengaman.

Bertaruh Nyawa

Siswa-siswa SD tersebut benar-benar luar biasa. Semangat mereka menuntut ilmu tidak pernah redup meski berbagai rintangan dan tantangan menghadang. Coba bayangkan, meski harus menempuh bahaya, mereka rela mempertaruhkan nyawa demi ilmu.

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

Diberitakan di iNews TV, dalam perjalanan dari desa terpencil ke sekolah, sekelompok siswa SD beriringan menelusuri jalan hutan dan semak belukar. Menempuh perjalanan berliku, licin, terjal, kadang naik kadang turun. Melelahkan.
Ketika akan menyeberangi sungai yang lebar berarus deras, mereka tanpa pikir panjang melepas perlengkapan sekolah seperti baju, celana, sepatu dan tas sekolah.

Semua kebutuhan sekolah itu mereka junjung di atas kepala sambil berjalan perlahan di tengah air sungai yang deras. Tanpa pengaman sama sekali. Tak ada tali selebar sungai sebagai pegangan ketika menyeberang sungai.

Sedikit saja terpeleset, mereka akan roboh, tenggelam dan terseret arus air deras. Jika ini terjadi, siapa dapat menjamin mereka selamat dari kematian? Apalagi tidak ada yang menolong ketika dia berteriak-teriak minta tolong. Dalam beberapa kasus, sebagian besar orang tidak selamat ketika tenggelam di sungai berarus deras.

Siswa-siswa inilah pejuang ilmu, yang berjuang dengan sekuat tenaga menyeberangi sungai berarus deras berbahaya untuk sampai ke sekolah.

Sama halnya dengan iNews TV, pemberitaan Kompas TV juga merisaukan hati kita semua yang menyaksikan perjuangan siswa menempuh bahaya untuk sampai ke sekolah. Betapa tidak. Semua siswa bergelantungan seperti kera, berpegangan pada tali baja penyangga jembatan ketika melintasi jembatan tua miring dan rapuh di atas aliran sungai berair dangkal dan banyak batu besar di bawahnya.

Baca Juga :  PDIP vs Everybody

Dapat dibayangkan, apa yang akan terjadi ketika sedikit saja siswa itu terpeleset dan jatuh ke bawah. Cedera berat dengan luka di kepala sangat mungkin terjadi. Cedera ringan dengan luka-luka di tubuh atau patah tulang tak dapat dihindari. Bahkan kematian pun bukan sesuatu yang mustahil. Bukankah tubuh kita sangat rapuh? Tidak kuat, mudah terluka ketika tergores atau terkena benturan yang kuat dan keras? Siswa-siswa ini juga pejuang ilmu, yang berjuang dengan sekuat tenaga melintasi jembatan tua dan rapuh berbahaya untuk sampai ke sekolah.

Perjuangan sekelompok siswa SD di atas yang berjuang menyeberangi sungai berarus deras dan melintasi jembatan tua dan rapuh hanyalah sedikit kisah dari derita anak bangsa ini ketika ke sekolah. Mereka merupakan representasi dari semua siswa pejuang ilmu, yang berjuang penuh derita, dari sekian banyak siswa di berbagai belahan bumi pertiwi ini, yang mungkin tidak terekspos oleh media.

Ini hanya potret kecil dari derita mereka. Belum lagi setumpuk masalah lainnya. Mulai dari soal kondisi sekolah yang tidak representatif, keadaan ruang kelas yang sederhana, kekurangan guru, kurangnya fasilitas belajar dan buku bacaan hingga akses informasi dan komunikasi yang belum ada atau ada dengan sinyal yang sangat lemah.

Berjuang Demi Ilmu

Pertanyaannya adalah, kenapa sekelompok siswa tersebut rela mempertaruhkan nyawa menyeberangi sungai berarus deras atau melintasi jembatan tua dan rapuh? Jawabnya demi ilmu. Karena demi ilmulah siswa bersemangat pergi ke sekolah meski harus mempertaruhkan nyawa.

Semangat adalah kekuatan. Ilmu itu kekuatan. Kecintaan pada ilmu memberi kekuatan yang luar biasa. Kekuatan itu hadir secara alamiah. Cinta memang membuat orang lupa segalanya. Termasuk lupa memperhitungkan bahaya yang bakal terjadi. Demi cinta pada ilmu, sungai berarus deras diseberangi, jembaan tua rapuh dilewati, meski harus mempertaruhkan nyawa.

Cinta kepada ilmu membuat segalanya serba mudah. Tidak ada keluhan. Rintangan bukan halangan tetapi tantangan yang harus ditaklukkan demi sukses menuntut ilmu di sekolah. Semangat cinta ilmu itulah yang siswa SD tersebut miliki. Sehingga rintangan dalam bentuk sungai berarus deras dan rintangan jembatan tua yang rapuh dianggap sebagai tantangan yang harus dilawan karena memang tidak ada jalan lain yang lebih mudah. Di sini, tantangan menjelma menjadi kekuatan.

Baca Juga :  Pelajaran Tatap Muka 100 Persen Disaat Tren Kasus Covid Merangkak Naik

Menggeloranya semangat menuntut ilmu para siswa ini betul-betul ikhlas. Suatu semangat menuntut ilmu bukan karena uang. Keikhlasan itulah membuat mereka mampu bertahan menuntut ilmu dalam serba kekurangan. Dengan uang jajan kurang dari cukup mereka berjalan kaki pergi dari rumah ke sekolah yang jauh, buku yang dimiliki apa adanya, sepatu sekolah yang kotor, baju celana sekolah yang kumal, tidak memakai parfum, memiliki tas murah, dsb tidak membuat mereka malu, bahkan minder.

Demikianlah. Keikhlasan modal dasar dalam menuntut ilmu. Dengan keikhlasan berbagai rintangan tidak dihadapi dengan berkeluh kesah. Ketika setiap rintangan berhasil diatasi, maka itulah prestasi. Oleh karena itu, prestasi tidaklah diukur dari hasil yang telah diraih, tetapi dari setiap rintangan yang dapat diatasi.

Bagaimana Pemerintah?

Saya tidak tahu. Apakah kasus kisah sedih anak sekolah di atas berakhir dengan bahagia. Jembatan itu, sudahkah diperbaiki? Di sungai arus deras itu, sudahkah dibuatkan jembatan penyeberangan? Siapa yang bertanggung jawab atas semua itu?

Semua kita bertanggung jawab terhadap persoalan di atas. Tidak bijak cuci tangan, lempar batu sembunyi tangan. Tumpuan harapan utama kita untuk memperbaiki jembatan rusak itu atau membuatkan jembatan di atas sungai arus deras itu adalah pemerintah, terutama pemerintah daerah. Masyarakat juga tidak dilarang selama masih bisa berbuat sesuai keahlian.

Pemerintah daerah harus segera mengambil sikap, tanpa harus diviralkan lagi di media sosial, sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi terhadap anak-anak sekolah.

Urun rembuk langkah terbaik bisa dilakukan. Bermusyawarah untuk mufakat. Dananya diambil dari APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah), proyeknya ditangani Dinas Pekerjaan Umum. Peran masyarakat tergantung kesempatan. Yang jelas, masyarakat tidak tinggal diam kalau memang mereka ingin diberdayakan. Gawi sabumi.

Akhirul kalam. Inilah persoalan anak sekolah, anak bangsa ini. Kita tentu saja tidak ingin hanya karena tidak diperbaiki dibangunkannya jembatan tersebut, banyak anak sekolah yang meregang nyawa di bawah jembatan tua rapuh atau mati tenggelam di air sungai berarus deras. Semoga ini bukan harapan hampa ketika pemerintah bijak mengambil sikap. Semoga. (fud)

9 SMKN di Kalsel Bakal Jadi BLUD

Sembilan sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) di Kalsel bakal ditetapkan menjadi badan layanan umum daerah (BLUD).

Amankah Takjil Kita?

Waspada terhadap Bahaya Buah Import

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Kucing Bukan Hama

KDRT dalam Pernikahan Siri

Lingkaran Setan Kemiskinan

Informasi, Industri dan Konvergensi Media

Berita Terbaru

Amankah Takjil Kita?

Waspada terhadap Bahaya Buah Import

Air dan Kehidupan