SENIN kemarin (6/3), dengar-dengar ada banyak pendukung Manchester United yang bolos kerja.
Kepada atasan mendadak melapor nggak bisa ngantor. Alasannya macam-macam. Dari pinggang encok hingga sakit gigi.
Oleh: Muhammad Syarafuddin
Pimred Radar Banjarmasin
Bisa dimaklumi. Mungkin mereka agak khawatir. Tiba-tiba saja nanti di samping meja kerja ada yang memutar tembang “You’ll Never Walk Alone” milik Gerry and The Pacemakers.
Bisa pula mereka urung berangkat setelah meresapi pengumuman eks kapten The Red Devils, Roy Keane.

Pria Irlandia itu mau menghilang sejenak dari peredaran. Mungkin dalam hitungan hari, mungkin butuh beberapa pekan. Keane mengakui, malunya sudah tak tertanggungkan.
Liverpool memang tidak manusiawi. Dalam peristiwa Anfield Lautan Api, The Kop menang 7-0.
Mohamed Salah sampai dua kali sujud syukur. “Alhamdulillahi katsiran,” ujarnya.
Padahal MU baru saja berbuka. Setelah enam tahun puasa gelar, akhir Februari tadi, MU menjuarai Carabao Cup di Wembley.
Sejak itu, kepercayaan diri pendukung MU membumbung tinggi.
Bahkan BMKG Kabupaten Manchester mengimbau warga Old Trafford untuk bersiaga. Getaran-getaran kecil mulai terasa. Jalan gang sudah tergenang. Pertanda tsunami trofi akan tiba.
Prakiraan itu rupanya meleset. Yang datang justru tsunami kebobolan.
Tentu tak semua pendukung MU menciut. Segelintir dengan gagah berani melawan perundungan.
Mereka menunjuk papan klasemen Liga Inggris: Liverpool masih di peringkat lima, terpaut tujuh poin dari MU di peringkat tiga.
Oh, siapa peduli? Toh, pada akhir musim nanti juaranya adalah Arsenal. Bukan MU.
Sedangkan bagi Kopites, kemenangan akbar ini merupakan penebusan atas musim yang kusut masai.
Secara psikologis, fans bisa memaafkan timnya ketika dipenyet Real Madrid di Liga Champions.
Tetapi Kopites takkan rela kalah dalam derbi melawan rival sekota, Everton. Kopites juga bakal susah tidur kalau kalah dari musuh bebuyutan, MU.
Sebab ini menyangkut gengsi. Di tanah Britania, permusuhan kedua klub ini bak tawuran anak sekolah yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Mirip El Clasico di Spanyol, Barcelona versus Real Madrid. Atau Juventus kontra Inter Milan di Italia. Walaupun belum sebrutal River Plate versus Boca Juniors di Argentina.
Kembali pada tujuh nol itu, di tengah tsunami kegembiraan ini, ingat-ingatlah pesan tuan guru: jangan takabur.
Lewat kolom singkat ini penulis hendak mengajak jemaah merah untuk tidak lupa daratan.
Pada akhirnya, hasil pertandingan ini tidak mengubah kenyataan apapun. Berapapun skornya, tambahannya cuma tiga poin.
Tapi pertandingan inilah bab hitam dalam sejarah MU. Menjadi sumber trauma. “La tahzan,” kata Mohamed Salah. (gr/fud)