29.1 C
Banjarmasin
Sunday, 2 April 2023

Plumpang dan Seterusnya

KEBAKARAN Depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara pada Jumat (3/3) malam menewaskan 19 orang. Dua masih kecil, berumur empat dan 12 tahun.

Oleh: Muhammad Syarafuddin
Pimred Radar Banjarmasin

Sedangkan korban luka berjumlah 49 orang. Tiga orang juga masih hilang. Mengutip data Koramil 01 Koja.

Korban kebanyakan adalah warga Koja. Mereka yang menghuni rumah dan warung di Jalan Tanah Merah Bawang, berjejer di belakang tembok pembatas depo.

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap, dugaan awal kebakaran dipicu gangguan teknis saat pengisian Pertamax yang dikirim dari Balongan.

Sementara itu, warganet mendesak agar Nicke Widyawati mundur dari posisi Direktur Utama Pertamina. Permintaan maaf saja tidak cukup.

Kita yang bukan wong Jakarta lantas bertanya, mengapa bisa separah itu?

Mungkin pertanyaannya bukan tentang mengapa, tapi di mana. Sejarahnya, depo ini dibangun pada 1979. Kala itu kawasan Plumpang masih sepi. Masih rawa.

Tahun 90-an, perkampungan di sana mulai ramai. Dempet-dempetan dengan depo.
Khas masalah kota-kota besar. Populasi melebar, lahan menyempit. Ruang sekecil dan serawan apapun dipetak-petak untuk ditinggali.

Baca Juga :  Esensi Haul

Berawal dari sebuah gubuk, tahun depan sudah berubah menjadi gang. Makin padat, makin sulit digusur.

Jadi salah siapa? Untuk menjawabnya, mundurlah ke 18 Januari 2009. Ahad menjelang tengah malam, depo nomor 24 yang menyimpan 5 ribu kiloliter BBM meledak.

Satu orang tewas. Hasil investigasi polisi, kebakaran dipicu human error.

Usai insiden, DPRD marah-marah ke Pertamina. Meminta jarak berupa tanah kosong, minimal sejauh 50 meter dari depo.

Pertamina disalahkan. Padahal warganya juga nekat. Pemerintahnya pun ngawur, kok bisa mengeluarkan izin tinggal di sekeliling depo.

Saya pikir, itulah gunanya rencana tata ruang wilayah (RTRW). Di sana sudah ditetapkan dengan jelas. Di mana area hijau untuk resapan air. Mana kawasan industri dan mana permukiman.

Dinas, kecamatan, dan kelurahan harus menaati RTRW. Jangan mengabaikan kemunculan permukiman di kawasan industri. Jangan malah menerbitkan izin pembangunan pabrik di zona hijau.

Baca Juga :  22 Tahun Radar Banjarmasin: Menolak Tunduk Pada Algoritma

Jangan cuma karena dikasih duit pelicin, tanda tangan dibubuhkan!

Hingga RTRW berakhir menjadi dokumen berbau apak. Sayang sekali, mengingat kajian dan pembahasan RTRW ini lama dan mahal.

Intinya, Plumpang harus menjadi bahan muhasabah. Bukan hanya bagi Pemprov DKI Jakarta, tapi juga untuk daerah lain, tak terkecuali buat Pemko Banjarmasin.

Besok-besok, tengoklah Depo Pertamina di Jalan Kuin Selatan, Banjarmasin Barat. Apakah jaraknya sudah cukup aman dengan perkampungan?

Saya percaya, Pertamina telah mematok standar tinggi untuk keselamatan. Tapi akan selalu ada kemungkinan untuk “hal-hal yang tidak diinginkan”–frasa favorit pejabat kita.

Kebakaran bisa dipicu cuaca ekstrem, bencana alam, kelalaian manusia, sabotase, atau azab tuhan.

Namun, saya sebenarnya hanya setengah berharap. Sebab di negeri ini nyawa dihargai murah.

Setelah masa berduka yang singkat, ternyata tidak ada yang berubah. Polanya terus berulang: pray for Kanjuruhan, pray for Plumpang, pray for dan seterusnya.

Belasan, puluhan, ratusan korban bukan tragedi. Mereka cuma angka. (gr/fud)

Anfield Lautan Api

SENIN kemarin (6/3), dengar-dengar ada banyak pendukung Manchester United yang bolos kerja. Kepada atasan mendadak melapor nggak bisa ngantor. Alasannya macam-macam. Dari pinggang encok hingga sakit gigi.

Esensi Haul

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Kucing Bukan Hama

Lingkaran Setan Kemiskinan

Informasi, Industri dan Konvergensi Media

Berita Terbaru

Amankah Takjil Kita?

Waspada terhadap Bahaya Buah Import

Air dan Kehidupan