Sepekan yang lalu, pada 25 Januari 2023 Radar Banjarmasin memasuki usia 22 tahun. Entah berapa sudah gelas kopi yang diminum di pagi hari bersama surat kabar ini.
Opini Oleh: TEGUH PAMUNGKAS
Meskipun tidak setiap pagi bersama, bisa saja kadang membaca tanpa ditemani ngopi, atau sebaliknya terkadang ngopi tapi tak disertai membaca surat kabar karena keadaan-keadaan tertentu.
Semakin terbuka jendela orang untuk memperoleh informasi. Setelah kemunculan surat kabar, radio dan televisi, dilanjutkan memasuki era digital seperti sekarang ini, di mana kita merasa semakin mudah mencari informasi melalui internet. Seseorang dengan menggerakan jari bisa cepat mengakses informasi saat gadget berada di tangan. Apakah memang demikian?

Sedikit berkisah, di akhir tahun 2022 lalu ada sebuah surat kabar cetak yang berpamitan untuk tidak terbit secara cetak. Menginformasikan bahwa mulai Januari 2023 tidak terbit lagi berwujud koran, namun surat kabar tersebut tetap menyapa pembacanya melalui surat kabar elektronik atau e-paper. Dan sebelumnya, hal yang sama, ada pula surat kabar yang telah berpamitan lebih dulu.
Seiring tuntutan zaman di era digital, mau tidak mau, suka tidak suka maka menuntut adanya proses adaptasi, termasuk keberadaan media massa. Mesti siap seiring perubahan gaya baca masyarakat sekarang ini.
Ya, lentik jemari memutar tampilan layar handphone, menscroll dari atas ke bawah atau sebaliknya, membaca yang nampak di layar hp untuk mengakses internet. Lewat internet pula siapa pun bisa leluasa memproduksi informasi. Kehadiran informasi digital dan nondigital meramaikan jagad dunia informasi manusia.
Tetapi yang namanya membaca surat kabar, jika tak memegang fisik atau tampak bendanya agak sedikit aneh. Kebiasaan mendengar bunyi halaman demi halaman saat dibuka bersuara “sreek…sreek…“ menjadi bunyi yang khas didengar. Begitu kira-kira menurut saya.
Fenomena inilah yang menggugah kesadaran manusia untuk pandai beradaptasi dari informasi yang berkembang di masyarakat. Di mana setiap individu dituntut aktif melakukan interaksi sosial sekaligus mesti melek informasi. Dengan mengubah kebiasaan yang sebelumnya arus komunikasi-informasi hanya pasif menerima (top down), kini menghidupkan situasi melalui digitalisasi informasi masyarakat bisa memproduksi pesan sebagai informasi (bottom up).
Tanpa disadari, orang harus mengalami perubahan kebiasaan dengan begitu cepat yang “memaksa” kita menuju ruang masyarakat informasi. Keberadaan diri yang dituntut untuk memasukinya, meskipun mesti memerlukan proses untuk beradaptasi di lingkungan baru.
Suatu tantangan tersendiri bagi Radar Banjarmasin dalam menyapa masyarakat atau khalayak pembacanya. Tak sedikit pembaca dari kaum milenial di mana kehidupannya tak terlepas dari adanya gadget. Memang tidak mudah mengelola media yang jalan secara bersamaan.
Setiap kali terbit Radar Banjarmasin mempublikasikan karya jurnalistiknya melalui tiga zona, yaitu surat kabar cetak, surat kabar elektronik dan website. Semuanya mesti update dan valid informasi tersebut. Dan tuntutan konvergensi media memang wajib dilakukan.
Bagi dunia media, konvergensi media memberikan warna baru dengan menyajikan menu media massa secara menarik dan informatif. Dari konvergensi media, surat kabar atau media cetak hadir pula sebagai media elektronik. Bermanfaat bagi khalayak yang haus akan informasi, karena bisa bebas mengakses informasi mana saja. Selain itu, berita atau informasi yang terlewati bisa saja kita temukan kembali saat kapanpun.
Berangkat dari situ memudahkan orang dalam mengakses sumber informasi. Sehingga dengan adanya internet siapapun sangat mudah memperoleh informasi yang diinginkan.
Memang, ada kekurangan dari konvergensi media, yaitu menurunnya industri media cetak.
Tentunya oplah Radar Banjarmasin cetak berubah-ubah dalam setiap tahunnya. Dan setelah memasuki era digital, oplah cetak belum bisa mencapai angka seperti dulu, begitu kata Muhammad Syarafuddin, Pimred Radar Banjarmasin, di Selingan (25/1/2023).
Selain itu, semakin mudah media untuk mengakses informasi maka semakin mudah berita hoaks tersebar. Lebih sulit untuk memilah suatu informasi yang dipertanggungjawabkan. Padahal informasi yang penting adalah jurnalisme sehat.
Kehadiran internet menjadikan arus informasi tak bisa dibendung lagi. Arus informasi global memasuki di sendi-sendi kehidupan di segala lini masyarakat tanpa batas. Dalam hitungan detik, jutaan informasi masuk tak terperi entah siang maupun malam. Informasi bisa menembus jarak dan waktu, mau tidak mau, siap atau tidak siap mesti cakap dalam menggunakan dan memanfaatkan informasi. Demi menghasilkan makna dan nilai dari informasi tersebut.
Isu kekinian menjadi sajian utama dalam perkembangan informasi yang semakin membeludak. Orang yang menutup diri dari arus informasi global, maka akan mengalami gagap saat bersosial. Dalam teori rasionalitas Max Weber mengatakan, bahwa konsep rasionalitas dalam berbagai konteks, orang akan menginterpretasi diri pada segi-segi tindakan tertentu di mana dari interpretasi itu menghasilkan keputusan dan pandangan dunia secara sistematis.
Pada akhirnya kebiasaan mengakses informasi dapat menghilangkan arti dari sebuah informasi yang sebenarnya. Fungsi informasi yang semula sebagai bahan literasi dan solusi terhadap perihal yang terjadi, tetapi pada kenyataannya sebagai informasi yang tidak berharga. Bak imun, merasa sudah kebal dan menganggap permasalahan apapun bisa diselesaikan sendiri.
Bukan masalah mencari informasi dengan surat kabar cetak (koran), surat kabar elektronik (e-paper) atau pun internet. Yang terpenting adalah mau membaca, mencari dan memperoleh informasi yang benar dan sehat.
Di akhir tulisan ini saya mengutip apa yang dikatakan oleh Dahlan Iskan. Bahwa kepercayaan publik terhadap media massa arus utama harus lebih tinggi dari media sosial agar tidak mengalami disrupsi. Hal ini tentunya demi menjaga tingkat kepercayaan pembaca dan publik kepada media massa.