MARTAPURA – Merasa tanah warisan orang tuanya dicaplok PTAM Intan Banjar, Leonardo Agustinus Sinaga mengadu ke DPRD Kabupaten Banjar.
Dewan kemudian mempertemukan warga Gang Nusa Indah Jalan S Parman, Banjarmasin Barat tersebut dengan Direktur Utama PTAM Intan Banjar, Syaiful Anwar, kemarin (8/3).
Dalam rapat dengar pendapat di ruang Komisi II itu disepakati, sengketa lahan antara Leo dan PTAM di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Gubernur Syarkawi harus diselesaikan di pengadilan.
Karena pada 5 Januari 2023, Leo sudah mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banjar. PTAM selaku tergugat. dituntut membayar ganti rugi materil Rp4 miliar dan immateril Rp2 miliar.

“Kami tidak bisa mengintervensi pengadilan. Jadi kita tunggu saja putusannya nanti,” kata Ketua Komisi II DPRD Banjar, M Zaini.
Senada dengan Syaiful. Menurutnya, karena sudah masuk ranah hukum, maka semuanya akan dibuktikan di pengadilan. “Sebab kami juga punya bukti. Ada sertifikat SKT, SHM dan lain-lain. Jadi kita tunggu saja,” ujarnya.
Ia menegaskan, tidak elok menyebut PTAM mencaplok lahan warga sebelum ada keputusan hakim. “Tanah kami sebenarnya aman, karena tanah beliau (Leo) di belakang. Tapi hak beliau sebagai warga negara apabila tidak puas boleh menggugat,” tegasnya.
Sementara itu, Leo mengaku siap menunggu keputusan di persidangan. “Tapi saya juga masih membuka diri untuk mediasi atau musyawarah di luar sidang,” katanya.
Pria 51 tahun itu berharap permasalahannya dengan PTAM bisa diselesaikan di luar sidang. “Sebab kalau menunggu keputusan pengadilan, pasti ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.
Ihwal sengketa, Leo memperjuangkan tanah ayahnya, Wilson Sinaga. Luasnya 19.160 meter persegi di Jalan Gubernur Syarkawi RT 01 Gambut.
Kepemilikan tanah itu dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 984 terbitan tahun 1982 dari Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) pertama. “Tapi kemudian ayah saya meninggal pada 1987,” ujarnya.
Bertahun-tahun kemudian, pada 2013, proyek IPA Gubernur Syarkawi rampung dibangun di sekitar tanah ayah Leo.
Instalasi itu menduduki 1.123 meter persegi tanah Wilson. “Sebenarnya lebih banyak. Sebab pembuangan limbahnya juga ke lahan kami,” ujarnya.
Kasusnya klasik, kepemilikan tanah yang berlapis-lapis. Tumpang tindih dengan nama lain. Pada 2006, PTAM membayar ganti rugi kepada seseorang bernama Henny Rosida.
Sebagai bukti perpindahan kepemilikan, PTAM memegang Surat Keterangan Tanah (SKT) Nomor 382 dan 383. SHM versus SKT, alas hak Leo jelas lebih kuat. Namun, PTAM ternyata mengklaim juga mempunyai SHM. (ris/gr/fud)