TANJUNG – Dua pelaku kasus pembuangan bayi ke Pondok Pesantren Hidayatullah di Desa Maburai Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong telah diamankan polisi.
Kapolres Tabalong AKBP Anib Bastian mengatakan, kedua pelaku adalah orang tua sang bayi. Pasangan itu mendapat penanganan berbeda.
Sebab sang ibu masih di bawah umur. Sementara suaminya yang berusia 19 tahun telah ditahan. “Untuk ibunya masih menjalani proses diversi,” katanya dalam konferensi pers kemarin (8/3).
Proses diversi atau pengalihan penyelesaian perkara pidana anak ke proses peradilan pidana itu dilaksanakan selama 14 hari dengan melibatkan instansi terkait. Seperti Dinas Sosial dan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak. Selama itu pula pelaku masih dalam pengawasan orang tuanya.

Acuannya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.
Sedangkan si ayah dipidanakan dengan Pasal 305 KUHP tentang penelantaran anak. Ancamannya pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Ditambah Pasal 307 KUHP dan atau Pasal 308 KUHP.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi dimudahkan karena kedua tersangka kembali mendatangi pondok pesantren setelah ramainya pemberitaan di media.
Ketika dimintai keterangan, mereka mengakui menaruh bayi tersebut dengan alasan panik karena hasil hubungan di luar nikahnya.
Pelaku melahirkan sendiri di kamar tidurnya, hanya dibantu adiknya yang masih berusia 15 tahun.
Bayi laki-laki itu kemudian dibersihkan dan dipotong ari-arinya menggunakan pisau dapur. Ari-ari bayi lantas ditanam di samping rumah, memakai kayu untuk menggali lubangnya.
Adik sang ibu yang kini dijadikan saksi, diminta tidak memberitahu orang tuanya dengan alasan takut dipukuli. Kemudian pelaku membawa bayi ke pesantren agar mendapat pengasuhan yang layak.
Bayi itu diletakan tepat di depan pintu salah satu ruangan pondok. Dengan terbalut kain sarung di dalam tas ransel hitam.
Sepucuk surat pun diselipkan di dalamnya dengan bunyi, “Lahir 2 Maret 2023, kami menitipkan, mohon pertolongan bayi ini. Nanti setelah kami selesai akan kami ambil dan kami bayar berapa pun. Tolong jaga anak kami. Dan tolong namai bayi ini dengan Muhammad Fadlan Ramadan.”
Untung saja bayi itu lekas ditemukan seorang santri saat hendak membuang sampah. Ia kemudian melaporkan temuannya ke pengurus pondok dan kantor polisi.
Barang bukti kasus ini berupa tas berwarna hitam, celana pendek cokelat. sarung merah putih kotak-kotak, dan taplak meja krem bermotif daun.
Barang bukti berikutnya adalah pisau dapur yang digunakan untuk memotong ari-ari, batang kayu untuk mengubur ari-ari, dan surat pesan dari pelaku.
“Untuk bayi masih diasuh di pondok, mereka sudah mendapat surat kuasa pengasuhan,” ujarnya. (ibn/gr/fud)