BANJARMASIN – Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Banjarmasin menyatakan ganti rugi korban tabrakan beruntun yang dilakukan unit tanki pemadam kebakarannya dibebankan kepada sopir. Pengamat hukum, Muhammad Pazri menilai hal ini sebuah sikap cuci tangan dari Pemko Banjarmasin.
Direktur Borneo Law Firm (BLF) ini bahkan menyebut sejatinya kurang etis dilakukan instansi pemerintahan. Apalagi salah satu faktor kecelakaan itu juga disebabkan rem armada pemadam kebakaran yang blong.
Pazri lantas mengutip pasal 1367 KUHPerdata yang berbunyi, “menentukan majikan bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh bawahannya dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya”. Kemudian dikuatkan dengan pasal 1367 ayat (5) KUHPerdata yang bunyinya “tanggungjawab berakhir jika orang tua-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah, dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab itu”.
Jika mengacu batas yang diatur dalam dua pasal tersebut, Pazri berpendapat menunjukkan bahwa majikan atau atasannya tetap bertanggung jawab atas kelalaian pekerjanya. “Hal ini juga didasarkan pada hubungan hukum antara majikan selaku pemberi kerja dengan bawahan atau pekerja yang biasa disebut sebagai vicarious-liability,” ungkap Pazri, Selasa (7/2) siang.

Menurutnya, pertanggungjawaban secara vicarious-liability bisa terjadi saat terdapat hubungan khusus antara atasan dan bawahan. Namun, perbuatan melawan hukum yang dilakukan seorang bawahan harus berhubungan dengan pekerjaan tersebut. Atau terjadi saat dirinya menjalankan tugas dalam pekerjaan. “Sederhananya, perusahaan sebagai majikan atas karyawan atau bawahannya tetap bertanggung jawab atas kesalahan dan kelalaian atau suatu perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,” jelas Pazri. “Analogi ini sama dengan kasus mobil pemadam itu,” tekannya.
Pazri mengingatkan Pemko Banjarmasin sebagai atasan harus menganggarkan biaya ganti rugi untuk korban kecelakaan yang disebabkan oleh bawahannya. “Si pengemudi bisa saja menuntut Pemko Banjarmasin untuk melakukan ganti rugi,” ujarnya. Ini ada rujukan. Contoh putusan Nomor 04/Pdt.G/2013/PN Psr.
Diwartakan sebelumnya, lima mobil diketahui ringsek, Sabtu (4/2) lalu. Tabrakan beruntun itu terjadi di ruas Jalan Ahmad Yani Kilometer 2 Banjarmasin. Persisnya tak jauh dari persimpangan lampu merah menuju Jalan Kuripan.
Kronologis peristiwa itu, dua unit armada tanki di DPKP Banjarmasin beriringan melaju ke arah luar kota. Di depannya mobil berjejer stop di jalur kanan lampu merah. Armada tangki pertama leluasa lewat karena mengambil jalur kiri. Armada kedua di belakangnya langsung menyeruduk bokong Toyota Kijang Innova DA 1092 IL di jalur kanan.
Saking kerasnya tubrukan, membuat mobil yang pertama kali ditabrak armada tanki itu kemudian menyundul empat unit mobil lain di depannya. Terjadilah tabrakan beruntun itu. Empat mobil lainnya yang ikut jadi korban Toyota Calya nopol B 2657 PFL, Toyota Camry B 1262 SEB, dan dua Toyota Kijang Innova bernopol DA 1392 TFC dan B 2621 SXB.
Sekretaris DPKP Banjarmasin, Muhlis Rida mengatakan bahwa sang sopir yang saat itu mengemudikan unit armada tanki diketahui lalai. Alias tidak berhati-hati ketika menjalankan tugasnya. Padahal pihaknya sudah berulang kali mengingatkan serta menekankan seluruh personel di DPKP. Apabila terjadi kecelakaan, maka menjadi tanggung jawab pribadi. Menurutnya, penekanan serupa juga berlaku pada personel rescue di DPKP Banjarmasin.
Bagaimana perihal permintaan ganti rugi yang diutarakan sejumlah pemilik mobil yang terdampak kecelakaan beruntun itu? Menanggapi hal tersebut, Muhlis menekankan bahwa pihaknya tidak memiliki pos anggaran untuk biaya ganti rugi. Mereka juga tidak pernah menganggarkan dana untuk insiden seperti itu. Ganti rugi dibebankan sepenuhnya kepada sopir yang mengemudikan unit armada tanki di dinasnya.(zkr/az/dye)