28.1 C
Banjarmasin
Tuesday, 6 June 2023

Nyepi di Dwipasari Barito Kuala, Jalan Mulus adalah Kunci

Desa Dwipasari berada di Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito Kuala. Sebelum Nyepi, perayaan Tahun Baru Saka 1945, masyarakat di sana mengarak dan membakar ogoh-ogoh.

Oleh: MAULANA, Marabahan

03-Wedding-Package-favehotel-Banjarbaru-2023

PENULIS berangkat dari Handil Bakti, Selasa (21/3) siang. Dari jalan poros kabupaten menuju Marabahan, berbelok ke kiri. Menuju Rantau Badauh. Aspal mulus kemudian berganti dengan jalan rusak berlubang.

Setiap menemui persimpangan, penulis selalu teringat akan “malu bertanya sesat di jalan”. Pepatah itu terbukti sangat berguna.

Hingga akhirnya sampai di dermaga penyeberangan di Desa Bambangin. Naik kapal feri menuju Wanaraya.

Tiba di daratan, kembali disambut jalan berlubang yang membuat tangan kebas.

Sebenarnya, dari segi jarak, memang tak terlalu jauh. Tapi medannya yang menuntut kesabaran pengendara.

Belum lagi rasa cemas bila ban bocor. Sebab jalannya sepi, hanya tampak kebun karet dan sawit.

Tiba di Dwipasari, kita disambut gapura yang berbentuk seperti pura. Dari batas desa, terlihat kerumunan dan terdengar tabuhan gamelan. Acaranya rupanya sudah dimulai.
Ternyata, di sana sudah ada Penjabat Bupati Barito Kuala, Mujiyat. Bupati ke sana naik motor trail.

Baca Juga :  Balogo: Dimainkan Sebelum Zaman Kerajaan, Mengandung Filosofi Luhur

Desa Dwipasari dihuni 650 jiwa, mayoritas beragama Hindu. Sejarahnya, mereka adalah transmigran asal Bali.

Sudah menjadi tradisi, sebelum Nyepi, warga desa menggelar ritual mecaru dan pawai ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh diarak dari ujung ke ujung desa. Yang diarak adalah Bhuta Kala, sosok raksasa seram dan galak.

“Ogoh-ogoh ini disiapkan sejak sebulan lalu, semuanya dikerjakan swadaya oleh warga,” ucap kepala desa I Made Wastawan.

Patung itu punya tinggi 3 meter dan berat 30 kilogram. Digotong 20 pria dewasa. Sedangkan yang berukuran kecil digotong para remaja.

Diceritakan I Made, dua tahun belakangan, ritual ini tak bisa digelar karena pandemi covid.
Dia berharap, Dwipasari bisa menjadi desa adat, budaya dan wisata. Tentu butuh dukungan pemda.

Baca Juga :  Apresiasi Bagi Musikus Banua, Konser Kangen Lagu Banjar “Baras Kuning” Sukses Digelar

“Syarat untuk menarik wisatawan, kita perlu infrastruktur yang bagus. Kami berharap jalan ke desa segera diperbaiki,” harapnya. “Dan juga bantuan untuk membenahi Pura Agung,” sambungnya.

Sementara itu, Wakil PHDI Wanaraya, I Wayan Mika menjelaskan, selama Nyepi, umat Hindu dilarang bepergian, dilarang gaduh, dilarang menyalakan lampu, dan tidak boleh bekerja.

Lalu, apa makna mengarak ogoh-ogoh itu? “Ini simbol pensucian diri dari keserakahan, kemarahan, dan keangkuhan,” jawabnya.

“Usai diarak ke empat penjuru desa, dimusnahkan dengan cara dibakar. Memusnahkan sifat-sifat negatif yang bisa mengganggu penyepian,” sambungnya.

Kembali pada harapan masyarakat, bupati pun sepakat, Dwipasari punya potensi menjadi desa wisata budaya. “Kami punya keinginan kuat ke sana,” ujarnya.

Mujiyat mengakui, kendala utama adalah jalan poros yang menghubungkan Dwipasari, Sidomulyo dan Roham Raya yang rusak parah. “Mudah-mudahan pada tahun anggaran 2023 ini bisa diperbaiki,” jaminnya. (gr/fud)

Permainan Hadang: Latihan Menghadapi Penjajah

HADANG adalah permainan tradisional yang dimainkan secara beregu. Satu regu berisi delapan orang. Lima pemain inti, tiga cadangan.

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru