23.1 C
Banjarmasin
Tuesday, 21 March 2023

Museum Kayuh Baimbai Diresmikan, Tapi Belum Bisa Dikunjungi

Museum Kayuh Baimbai Kota Banjarmasin diresmikan kemarin (8/3) siang. Dari segi arsitektur, mengadopsi Rumah Banjar tipe Palimbangan. Namun, bangunan seharga miliaran rupiah itu masih belum bisa dikunjungi.

Penulis: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin

Peresmian diiringi dengan penampilan Sinoman Hadrah. Tampak hadir di situ Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, beserta jajaran Forkopimda, juga SKPD terkait.

Hujan deras mereda, Ibnu langsung memberikan sambutan. Ia juga memberikan nama baru untuk museum itu. Dari yang semula bernama Museum Kota Banjarmasin, kini menjadi Museum Kayuh Baimbai. Ibnu mengatakan penamaan museum mesti mengikuti nomenklatur Museum Nasional Indonesia.

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

“Itu agar membuat museum ini tercatat dan menjadi bagian dari museum yang ada di Indonesia di Kemendikbud RI,” jelasnya, ketika diwawancarai seusai peresmian.

Bangunan museum itu berdiri kokoh menghadap Sungai Martapura. Lokasinya berjarak selemparan batu dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Muara Kelayan, Kecamatan Banjarmasin Selatan.

Pembangunannya digagas oleh Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Banjarmasin. Dimulai sejak 23 Juni 2022, dan rampung di Desember 2022. Dana yang dikucurkan sebesar Rp3,8 miliar.

Baca Juga :  Islamnya Pangeran Sultan Suriansyah

Jauh sebelum menjadi museum, bangunan itu dulunya adalah rumah milik warga setempat. Namanya, Syarifuddin. Berdasarkan hasil wawancara dengan Syarifuddin beberapa waktu lalu, dituturkannya bahwa ayahnya membeli rumah itu dari seorang saudagar.

Bentuk bangunan sedari awal memang Rumah Banjar bertipe Palimbangan. Mengapa Palimbangan? Menilik literatur kebudayaan Banjar, rumah tipe Palimbangan memang biasanya dihuni oleh kaum saudagar. Lokasi umumnya berada tak jauh dari sungai. Supaya memudahkan para saudagar mengangkut barang dagangan.

Belakangan, pemko tertarik untuk menjadikan rumah milik Syarifuddin itu sebagai museum. Selain karena bangunannya yang masih orisinal, juga lantaran lokasinya yang strategis. Pada periode tahun 2018 hingga 2019 lalu, lahan berikut bangunan rumah dibeli oleh Pemko Banjarmasin.

Meski masih mengadopsi bentuk bangunan lama, kondisinya kini sudah berubah total. Semua bahan bangunan serba baru. Kecuali tiga buah teralis besi yang dipasang di bagian atas pintu masuk.

Baca Juga :  Hasan Basry dan Pohon Tua yang Menolak Tumbang
TERALIS KENANGAN: Tiga teralis besi yang sejak dulu hingga kini masih dipertahankan sebagai bagian bangunan lama museum. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Bangunan museum itu hanya satu lantai. Namun, ada banyak ruangan. Di bagian depan dan belakang, terdiri dari ruang pameran. Lalu di bagian tengah ada ruang untuk kurator, ruang reparasi, ruang rapat, hingga perpustakaan. Di sisi bangunan sebelah kanan, disediakan toilet.

Bagaimana isinya? Kemarin (8/3), baru hanya sebatas meresmikan rampungnya bangunan saja. Di dalam museum, belum ada koleksi benda-benda yang dipamerkan. Masih kosong melompong.

Kalau pun ada benda yang bernilai sejarah, sementara ini baru sebuah meriam yang diletakkan persis di halaman depan bangunan museum. Meriam sepanjang 2,9 meter itu ditemukan pada 8 Agustus 2016 lalu. Persis ketika ada proyek pembangunan jalan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Banjarmasin Tengah. Diduga, meriam itu diproduksi oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang merupakan persekutuan dagang terbesar asal Belanda.

Antara Balandean dan Bandarmasih

PENDIRI Kerajaan Banjar, Sultan Suriansyah pernah bersembunyi. Menyamar sebagai nelayan di Kampung Balandean (berada di Kabupaten Barito Kuala).

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru