26.1 C
Banjarmasin
Thursday, 23 March 2023

Dari Apam hingga Fungsi Otak

Pesta Gambar Ujian Mahasiswa Prodi PGSD STKIP Banjarmasin

Pensil warna dan kertas jadi media utama. ‘Pesta Gambar’ menunjukkan semangat berkarya, juga memelihara memori masa kecil kita.

Penulis, WAHYU RAMADHAN

Replika gapura menyambut siapa saja yang datang ke Sanggar Seni Lukis Solihin, Kompleks Taman Budaya, Provinsi Kalsel, Kamis (5/1) malam.

Memasuki ruangan, dinding dan ruang utama penuh dengan gambar berbingkai yang dipajang. Totalnya, sebanyak 109 gambar.

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

Di situ, kita bisa menyaksikan apam barabai dan bingka kelua. Karya Siti Nadela Rabiatul Azwa dan Wika Arianti. Lalu, rumah khas Banjar dengan tipe Bubungan Tinggi dibangun bersisian dengan sungai yang sibuk. Di atas sungai, ada banyak warga berperahu. Menjajakan dagangan buah-buahan. Begitu kontras dengan bangunan Rumah Gadang, Minangkabau, yang berdiri di sebuah tanah lapang.

Penulis tertarik dengan gambar berjudul ‘Cita-cita, Stigma dan Paradigma’. Gambar itu penuh warna. Memuat sosok anak perempuan berambut panjang berdiri di pinggir jalan. Jalanan itu diapit dua objek gambar.

Di sisi kiri, ada gambar tangga jenjang pendidikan. Dari sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Di belakangnya juga ada gambar sejumlah gedung bertingkat. Lalu, ada plang bertuliskan cita-cita. Sedangkan di sisi kanan, hanya ada gambar sejumlah bangunan rumah. Di depannya, ada plang bertuliskan stigma dan paradigma. “Gambar ini tentang anak yang kebingungan. Apakah harus meneruskan cita-citanya, atau justru harus mengikuti masyarakat di lingkungannya,” ujar si pemilik karya, Mesy Kusmawati. “Ada stigma yang melekat, bahwa perempuan itu tidak perlu menempuh pendidikan tinggi. Di rumah saja. Padahal perempuan juga punya cita-cita,” tekannya.

Mesy adalah ketua pelaksana pameran. Dia yang menemani penulis melihat-lihat karya dalam gelaran yang diberi nama Pesta Gambar. Gelaran ini digagas Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) STKIP Banjarmasin dari Rabu hingga Sabtu (7/1).

Mesy menjelaskan pameran tersebut sebenarnya adalah ujian akhir semester (UAS) para mahasiswa-mahasiswi yang duduk di semester V untuk mata kuliah menggambar dan mewarnai. “Makanya karya yang ditampilkan mayoritas menggunakan pensil warna, dan kertas,” jelasnya Mesy.

Jumlah karya yang dipajang ada 109 buah, selaras dengan banyaknya si penggambar. “Semestinya ada 110. Tapi, ada satu orang tidak bisa ikut. Jadi yang dipajang hanya 109 saja,” ujarnya.

Ada dua tema besar yang diangkat dalam pameran itu. Kearifan lokal, dan pendidikan. Dengan panduan tema itulah mahasiswa berupaya keras menuangkan idenya. “Tapi, karena kami ini ada di jurusan PGSD, wajar bila melihat karya yang ditampilkan justru lebih banyak mengusung tema pendidikan,” jelasnya, lantas tersenyum.

Baca Juga :  Mengunjungi Kompleks Rumah Disabilitas di Jalan Trikora

Contoh, gambar berjudul ‘Kiwa (kiri) dan Kanan’. Karya Siti Norhadijah.

Di situ, ada sosok perempuan dewasa yang diapit dua bocah perempuan dan laki-laki. Ketiganya tampak menekuri sebuah buku besar. Gambar itu juga penuh warna. Ketiga sosok yang digambar, dipengaruhi gaya gambar manga, komik khas Jepang. Yang membuat gambar itu kian menarik, di sisi kiri dan kanan, si penggambar berupaya menampilkan visual fungsi kedua otak manusia. Otak kiri misalnya, digambarkan lebih banyak berhubungan dengan logika dan rasio manusia. Misalnya, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat dari matematika. Sedangkan otak kanan, digambarkan banyak digunakan untuk berpikir secara visual, intuitif, dan proses kreatif. “Dalam pendidikan, fungsi otak inilah yang dimaksimalkan. Adapun untuk sosok dalam gambar itu adalah guru dan murid,” ungkap Norhadijah, saat dibincangi penulis malam itu.

Puas berbincang dan berkeliling menyaksikan gambar-gambar itu, di pojok ruangan penulis mendapati sejumlah mahasiswi yang duduk-duduk membentuk lingkaran. Mereka tampak asyik berkutat dengan kuas, cat dan kertas. “Ini kegiatan santai. Kami belajar melukis. Dari yang semula hanya menggunakan pensil warna, sekarang belajar menggunakan kuas dan cat,” ucap Mesy.

Beragam karya dihasilkan para mahasiswi itu. Didominasi lukisan berupa pemandangan. Dari kegiatan yang digelar, Mesy mengatakan bahwa mayoritas mahasiswa dan mahasiswi menyukai seni rupa. “Kami juga bisa mengasah kemampuan. Siapa tahu ternyata ada bakat yang terpendam,” tekannya. “Tapi harap maklum, gambar yang kami tampilkan seperti ini,” ucapnya, lagi-lagi tersenyum.

Salah seorang mahasiswi, Rizkiawati mengaku menikmati kegiatan pameran gambar yang diikutinya. Bahkan, perempuan 21 tahun itu mengaku jadi bisa belajar lebih banyak. Mulai dari mengolah karya, hingga mengapresiasi karya. “Ini baru pertama kali saya belajar melukis. Pertama memang agak susah, karena baru mencoba. Selanjutnya, mulai agak mudah. Mengasyikkan,” ucapnya. “Saya berharap, kegiatan ini bisa dilanjutkan oleh mahasiswa-mahasiswi lain di STKIP PGRI Banjarmasin,” harapnya.

Mendengar hal itu, Mesy pun mengangguk. Ia memastikan gelaran kali ini bukanlah terakhir. “Akan ada jilid II dan seterusnya,” janjinya.

Penulis juga berbincang dengan pengunjung pemeran. Hadi Wahyudi, salah satunya. Selain mengapresiasi kegiatan yang digelar, ia juga berharap ke depannya gelaran tersebut bisa lebih ditingkatkan lagi. Ia menyarankan bisa dimulai dengan mengkurasi karya yang ditampilkan. “Saya suka menggambar. Dengan adanya gelaran seperti ini, membuat kita bersemangat untuk belajar menggambar dan melukis,” ujarnya.

Baca Juga :  Mengenal Lebih Dekat Kelompok Relawan Sosial An-Noor Fire & Rescue

Hal senada juga diungkapkan pengunjung lainnya, M Yunus. “Melihat gambar-gambar ini, jadi mengingatkan dan merawat kenangan saat masa kecil dulu,” pujinya.

Ya, menyaksikan gambar-gambar yang dipamerkan, mengembalikan memori semasa kecil dulu. Serunya menggambar pegunungan yang berjejer. Dibelah jalan berpagar sawah di sisi kiri dan kanannya. Jangan lupa, dengan menambahkan gambar matahari yang menyembul di atas pegunungan itu.(az/dye)

Polos dan Jadi Sebuah Gerakan

BANJARMASIN – Dunia seni rupa di Kalsel kian menggeliat. Pesta Gambar sudah mendatangkan lebih dari 500 orang hingga Kamis (5/1) malam. Itu tercatat dalam buku tamu virtual. Diisi melalui batang kode yang disiapkan panitia.

Ketua pelaksana, Mesy Kusmawati mengatakan selain sebagai tugas ujian akhir semester, pemeran itu juga bertujuan untuk memacu pihaknya untuk bisa menghasilkan karya yang lebih bagus lagi. “Kami sebelumnya juga menggelar diskusi tentang pengkaryaan dan seni rupa di Kalsel,” ujarnya.

“Pematerinya ada dari Dewan Kesenian Banjarmasin, dan Pak Badri Hurmansyah selaku akademisi juga perupa Kalsel,” tambahnya.

Bagaimana tanggapan pemateri? Badri Hurmansyah menjelaskan panjang lebar dalam catatan pengantarnya. Selain itu, juga memuji Pesta Gambar yang digelar. “Saya melihat ada banyak mahasiswa menyukai seni rupa, terutama gambar,” tulisnya.

Badri bilang ikut terdorong semangatnya memasuki bagaimana pandangan dunia seni rupa di kalangan mahasiswa. “Selama proses penelusuran tentang karya gambar mahasiswa, saya melihat sandaran penciptaan tentang bagaimana dunia imaji yang dihadirkan dalam karya karya mereka,” ujarnya.

Menurut Badri, hal itu tentu tidak bisa dibandingkan dengan mahasiswa yang benar-benar menempuh pendidikan seni rupa. Setidaknya menjadi angin segar di daerah yang bukan kantong seni dan tidak adanya pendidikan seni rupa di Kalsel. “Sajian gambar yang menarik. Meski masih belum menyentuh dunia ideologi maupun komersial. Tapi, karya itu sepenuhnya berada dalam tatanan nilai tertentu,” pujinya.

“Ini juga menjadi harapan, dan bagian dari sebuah langkah pendorong agar suatu saat pendidikan seni rupa bisa hadir di Kalsel,” lanjutnya.
Badri menilai bahwa warna, sketsa, dan karya dalam berbagai bentuk sungguh memperlihatkan sebuah kepolosan. “Tentu mereka banyak memiliki hambatan, juga mungkin memiliki kebingungan terkait apa yang hendak dituangkan,” jelasnya.

Badri yakin Pesta Gambar akan menjadi gerakan yang bersejarah. “Terlebih ketika nantinya, ini akan menjadi kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun. Saya rasa ini merupakan gerakan seni rupa pertama oleh mahasiswa di Kalsel,” sebutnya.(war/az/dye)

Dua Rumah dari Tiga Serangkai Banjarbaru Masih Lestari

Pembangunan Tugu Nol Kilometer di eks tempat Parkir Pasar Bauntung dikaitkan dengan tiga serangkai Van der Pijl, Zafry Zamzam dan Said Hasyim. Ternyata rumah ketiganya mengelilingi tempat parkir yang menjadi lokasi pembangunan tugu nol tersebut.

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru