26.1 C
Banjarmasin
Thursday, 23 March 2023

Baru Sampai Belajar Bahasa dan Masakan Korea

Melihat Harapan Kampung Tematik Korea di Sungai Ulin

Sorot mata Pak Kelik tampak semangat. Bercerita masa muda, berkeluh dan berharap. Permintaan pria berusia 63 tahun itu sederhana. “Kami perlu bantuan dari pemerintah, bukan sekedar doa atau dukungan moral.” Sejenak hening.

Oleh: Zulqarnain, Banjarbaru

KAMPUNG KOREA, sebutan itu lahir dari upaya inovasi Kelurahan Sungai Ulin. Pucuk kepemimpinan Banjarbaru saat itu masih dinakhodai almarhum Bapak Nadjmi Adhani. Wali Kota Banjarbaru ke-3.

Pada 23 Desember 2017 Ketua Forum RT/RW bersama Ketua RW 03 dan Ketua RT 12 mengadakan kunjungan ke Kampung Inggris di Barito Kuala untuk studi banding. Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batola berperan penting ihwal keberadaan Kampung Inggris di sana.

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

“Pembelajaran atau pembinaan disiapkan. Dari SD sampai perguruan tinggi. Juga untuk umum,” kata pengajar Bahasa Korea itu, kemarin (1/2).

Mengacu Batola, Kelik Hardono yang waktu itu menjadi ketua Forum RT/RW bersama Lurah Sungai Ulin, Wahono bersepakat membangun Kampung Korea pada 17 Februari 2018.
“Saat itu les bahasa Korea sudah dimulai secara gratis di rumah saya. Pesertanya dari Banjarbaru, Banjar dan Banjarmasin,” tutur Kelik.

Kelik bukan orang Korea. Dari logat bicaranya lebih kental dengan Jawa. Dia pernah ke Korea untuk belajar teknik. Saat itu tujuh orang dari masing-masing bidang dikirim Balai Latihan Kerja Kalsel tahun 1988.

Baca Juga :  Siswa SMP Kalsel Mengejar Prestasi di Ajang Kihajar STEM 2022

“Satu tahun tiga bulan di sana,” katanya. Kelik juga sempat belajar bahasa Korea di Universitas Seoul selama tiga bulan.

Bahasa Negeri Ginseng dipilih mengingat segala jenis produk atau perusahaan dari Korea mulai masuk ke Indonesia saat ini. Pertimbangannya, tentu memerlukan tenaga kerja yang sedikitnya bisa berbahasa Korea.

“Tujuan utamanya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pemuda-pemudi di Sungai Ulin. Bisa untuk beasiswa atau bekerja,” harap Kelik.

Tanggal 2 Desember 2018, Kampung Korea mendapat kunjungan dari Pusat Kebudayaan Korea atau Korean Cultural Center (KCC) Indonesia dari Jakarta.

“KCC memperkenalkan permainan dan Hanbok (pakaian tradisional Korea), memberi bantuan buku-buku tentang Korea Selatan,” kata Kelik.

Di tanggal yang sama, bantuan dari Dinas Pariwisata Banjarbaru datang. Memberi Hanbok untuk wanita dewasa dan anak. Masing-masing dua set. “Waktu itu Kepala dinasnya Bapak Hidayaturahman,” kenangnya.

Apakah setelah itu ada bantuan atau dukungan lain dari pemerintah? Tanya penulis. “Tidak ada,” Kelik menjawab singkat.

Minim dukungan. Kesimpulan itu terpatri dari perkataan Kelik. Modal atau biaya sarana lain ditanggungnya mandiri.

“Belum ada bantuan dari pemerintah Kota Banjarbaru untuk proses belajar bahasa Korea. Kami beli sendiri laptop atau LCD. Yang ada dukungan moral dan motivasi saja,” tambahnya.

Kelik berharap ada campur tangan pemerintah mengembangkan kampung tematik Korea ini.

Baca Juga :  Ini Nih, Inovasi Pompa Air Tanpa Listrik dan Bahan Bakar, Kok Bisa?

“Ada dukungan material selain moral untuk penunjang. Bukan hanya doa,” imbuhnya.

Kelik Hardono

Dari itu, keberadaan Kampung Korea tak tampak seperti kampung tematik lain. Kampung Pejabat atau Penjual Jamu Loktabat misalkan.

Terdapat sentra jamu di dalam gerbang bertuliskan Gang Baru di Kelurahan Loktabat Selatan, Banjarbaru.

Sementara Kampung Korea tak demikian. Bangunan yang mencirikan kuat arsitektur Korea atau semacamnya tak ada.

Kecuali, papan-papan nama berbahasa Korea yang dibuat Pak Kelik di kantor kelurahan dan di rumahnya sendiri.

“Dangsinen hanggumaerei yeongtoei dereogamnida (Anda memasuki kampung korea),” tertulis di rumah Kelik di Pondok Dharmindo RT 34 RW 07.

Di tengah keterbatasan, ia mengakui belum sepenuhnya memenuhi syarat disebut Kampung Korea. “Kampung Korea itu kan identik dengan Korea. Baik bahasa atau budaya,” kata Pak Kelik.

Kelik ingin ada penguatan identitas Kampung Korea di Sungai Ulin. Sederhananya, mengubah kantor kelurahan seperti bangunan Korea.

“Ubah dulu atapnya seperti bangunan korea. Nanti akan ‘menjalar’ ke lain,” duga Pak Kelik.

Dan saat ini ujar Kelik, Kampung Korea masih berjalan di tempat. Berkutat dalam belajar bahasa dan makanan khas Korea. Tak ada perkembangan, modal terbatas menjadi sebabnya.

Mengapa Kelik bertahan dengan segala keterbatasan tersebut? “Saya pengin sebelum mati ilmu saya diberikan kepada orang lain,” jawabnya lirih. (yn/bin)

Jelajah Potensi Wisata Paminggir (Bag 2): Mengenali Wajah Kerbau Rawa

Di mata orang awam, kerbau rawa terlihat sama saja. Tapi warga Desa Sapala bisa mengenali dengan mudah kerbau rawa miliknya, di tengah gerombolan kerbau rawa milik tetangga.

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru