32.1 C
Banjarmasin
Tuesday, 6 June 2023

Cerita Pedagang Kopi Keliling di Kayu Tangi: Menjaga Perasaan Pemilik Warung

Di Jakarta, pedagang kopi keliling naik motor itu biasa. Tapi di Banjarmasin, Beni Wibowo mungkin pelopornya.

-Oleh: MAULANA, Banjarmasin

03-Wedding-Package-favehotel-Banjarbaru-2023

BENI jeli membaca kebutuhan pasar. Di trotoar dan bawah pohon, ia kerap melihat ojek online (ojol) yang sedang kehausan dan mengantuk.

Dengan motor bebeknya, ia kini berkeliling. Menjajakan kopi panas di kawasan Jalan Hasan Basri.
Dia juga menyediakan teh dan susu. Bisa disediakan dingin pakai es atau panas mengepul.

Lelaki 31 tahun ini tinggal di Alalak Utara, Banjarmasin Utara. Beni masih bujangan, tinggal bersama ayah dan saudaranya.

“Sebenarnya ini ide teman saya. Karena saya memang sempat kesulitan mencari kerja,” ujarnya kemarin (1/2).

Dia baru melakoninya sepekan terakhir. “Awalnya sih malu-malu, takut tak diterima. Tapi setelah mendapat respons bagus, rasa malu itu hilang dengan sendirinya,” tambahnya.

Baca Juga :  Kisah Mahasiswa Kalsel Terjebak di Perang Sudan: Makanan Hampir Habis, Teman Minum Air AC

Beni sudah melakoni banyak pekerjaan. Dari buruh serabutan hingga menarik ojek.

“Menurut saya, pedagang minuman keliling seperti ini sulit dicari di Banjarmasin. Berbeda dengan di Pulau Jawa sana, kan banyak sekali,” tukasnya.

Beni mematok harga miring. Rp3 ribu untuk secangkir kopi hitam. Kalau ditambah susu menjadi Rp4 ribu. Sedangkan untuk teh Rp2 ribu. “Nah, kalau es teh, secangkir Rp3 ribu,” sebutnya.

Sekarang, Beni juga mencoba menyediakan camilan. Seperti kacang goreng untuk teman ngopi. “Pelan-pelan, saya ingin menambah dagangan seperti pentol atau gorengan,” akunya.

Ditanya penghasilan, Beni tak ciut. Menurutnya rezeki sudah diatur Tuhan. “Turun dari rumah jam 9 pagi. Lalu menyisiri kawasan HKSN, Bundaran Kayu Tangi, sampai ke SMKN 4,” kisahnya.

Baca Juga :  Kompak Selama Belasan Tahun, Touring Sampai ke Palu

Kendati pembeli menyukainya, Beni terkadang merasa tak enak dengan warung kopi di tepi-tepi jalan.

“Meski rezeki sudah diatur, tetap saja hati terasa berat. Saya ingin menjaga perasaan pemilik warung,” tukasnya.

Salah seorang pembelinya adalah Duan, pemilik usaha pembuatan pelat motor dan stempel di kawasan Kayu Tangi.

“Saya lihatnya orang pemalu. Tapi dia selalu datang tepat waktu, persis ketika saya sedang membutuhkan teh hangat,” pujinya.

“Selama ini, kalau mau minum, pasti harus jalan kaki menyeberang ke warung. Dengan kehadiran pedagang minuman keliling seperti dia, saya merasa terbantu,” tambah Duan. (at/fud)

Ikhtiar Sederhana Menjahit Luka Bangsa

Peristiwa Mei 1998 adalah sejarah kelam bangsa. Para penyintas dan keluarga korban masih menyimpan duka dan trauma akibat kerusuhan itu. Komunitas korban kebakaran Mal Klender mendirikan Monumen Jarum Mei 1998 di Kampung Jati, Jakarta Timur.

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru