Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dibuat masygul. Harga beras lokal melonjak naik. Ia bahkan sampai meminta masyarakat beralih ke jenis beras yang berasal dari luar daerah.
Untuk yang kesekian kalinya, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Banjarmasin memantau harga bahan pokok (bapok) di Pasar Sentra Antasari, kemarin (15/12) pagi. Rupanya harga bapok masih tinggi. Beras lokal salah satunya.
TPID bahkan menilai ini menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi di Banjarmasin. Bayangkan saja, kini harganya berada di kisaran angka Rp15 ribu, lalu menjadi Rp17 ribu, bahkan sampai Rp19 ribu.
Sebaliknya, harga beras dari luar Kalsel masih bisa dibeli dengan harga yang murah. Stoknya juga melimpah. Bisa dikatakan surplus.

Kondisi ini diakui Hartani, salah seorang pedagang di kawasan pasar tersebut. Kini sengaja menjual lebih banyak beras dari daerah luar. Apalagi beras luar harganya cukup terjangkau. “Banyak yang laku. Pembeli juga bilang, daripada tidak makan nasi,” ungkapnya.
Ia merincikan harga beras asal Pamanukan, Jawa Barat, paling mahal seharga Rp9 ribu hingga Rp10 ribu per liter. Beras buyung jawa Rp11 ribu. Ada pula beras Thailand per liternya dipatok Rp9 ribu.
Kecenderungan masyarakat telah beralih ke beras luar daerah tampaknya ditangkap Ibnu Sina. Ia juga meminta masyarakat bisa beralih ke beras luar daerah. Menurutnya, mau tak mau masyarakat harus mengubah pola konsumsi sementara waktu. Dari yang semula membeli beras lokal, kini membeli beras luar daerah. “Setelah sekian lama, berpindah pilihan. Daripada tidak makan,” ujarnya. “Terjadi pergeseran, bukan berarti tak ada beras (lokal, red) di pasaran. Stoknya ada. Meski tidak banyak,” lanjutnya. “Tapi karena tuntutan ekonomi, sepertinya masyarakat harus bergeser ke beras luar daerah itu,” ucapnya.
Lebih baik memilih beras yang harganya Rp9 ribu hingga Rp11 ribu. “Tapi, kualitasnya pera (tidak pulen, red). Alias sama seperti beras Banjar,” tekannya.
Ibnu yakin bila peralihan konsumsi jenis beras itu dilakukan, diprediksi bahwa harga beras lokal akan turun. Menurutnya, kalaupun terjadi panic buying, maka tak akan berlangsung lama. “Karena yang terjadi sekarang ini inflasi. Kami menilai itu (panic buying, red) tak akan terjadi karena beras cukup banyak,” tekannya.
Ibnu menyatakan lonjakan harga beras lokal dan luar daerah tak akan terjadi lagi. Selain adanya pengawasan dari TPID, pihaknya juga bakal mengaktifkan lagi Satgas Pangan. Satgas nantinya akan membatasi pengiriman beras lokal keluar daerah. “Selama ini, beras kita memang banyak disuplai keluar. Sekitar 30 persen disuplai ke Kalteng dan Kaltim. Dengan adanya satgas, kita bisa mengendalikan agar tak terjadi kelangkaan,” yakinnya.
Selain beras, harga daging sapi juga memicu adanya inflasi di Banjarmasin. Semula per kilogram seharga Rp120 ribu, kini menjadi Rp160 ribu. Kenaikan ini diklaim TPID Banjarmasin sudah lama terjadi. Penyebab kenaikan lantaran sempat adanya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak sapi. Dampaknya ada pembatasan izin mendatangkan sapi.
Pedagang daging di Pasar Sentra Antasari, Sarah mengakui bahwa harga daging mengalami kenaikan. Bahkan tidak hanya harga daging sapi. Tapi, juga harga daging ayam potong. “Dari semula seharga Rp35 ribu, kini menjadi Rp45 ribu. Sudah lima hari yang lalu naik,” ujarnya.
Sarah membenarkan bahwa kenaikan terjadi karena menyambut tahun baru. “Tapi, apa-apa memang sedang naik. Sejak harga bensin naik. Dulu, saya bisa menjual 100 ayam potong. Sekarang, menjual 60 ayam potong saja sulit,” bandingnya.
Terkait hal itu, Ibnu menyarankan masyarakat bisa beralih ke daging beku. “Untuk daging beku, yang saya tahu stoknya itu ada. Dari India. Itu bisa jadi pilihan,” ujarnya.
Ibnu berharap naiknya harga bisa dikendalikan. Pihaknya berjanji akan terus melakukan pemantauan. Supaya kenaikan harga tidak terus terjadi selama enam bulan ke depan. “Saya membayangkan, sesudah Nataru, lanjut lagi nantinya beragam peringatan hari besar keagamaan yang digelar oleh masyarakat,” lanjutnya.
Berikutnya masuk bulan Ramadan dan Lebaran. Jadi memang harus dipastikan tak ada gangguan distribusi. “Apabila terganggu, pasti menimbulkan gejolak harga,” tekannya.
Ibnu membeberkan salah satu upaya menekan kenaikan harga, pihaknya juga masih gencar menggelar pasar murah. Setiap bapok yang dibeli masyarakat disubsidi Pemko Banjarmasin.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI memang telah memperkenankan untuk memberikan subsidi pada transportasi. Menurutnya, itu tidak berjalan signifikan bila diterapkan di Banjarmasin. “Makanya subsidi langsung diberikan ke objeknya. Misalnya dalam bentuk pasar murah,” ungkapnya.
Selain itu, juga ada bantuan langsung tunai. Di sektor sosial, ada 13.000 lebih warga yang menerima bantuan. Demikian pula dengan pelaku UMKM. “Ini diharapkan bisa memacu daya beli. Harga bisa turun, dan inflasi bisa dikendalikan sebelum akhir tahun. Sebelum pemerintah pusat kembali mengumumkan angka inflasi kita,” tegasnya.(war/gr/dye)
Kenaikan Harga Sudah Diprediksi
BANJARMASIN – Naiknya harga beras lokal itu sudah diprediksi Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Banjarmasin.
Kepala Bidang Penguatan dan Pengembangan Perdagangan di dinas tersebut, Rakhman Norrahim mengatakan kegagalan panen tahun ini masih menjadi pemicu mengapa harga beras lokal menjadi naik. “Berdasarkan hasil pemantauan kami, yang dijual pedagang saat ini adalah stok beras di tahun 2021 lalu,” ungkapnya, kemarin (15/12) siang.
Ia lantas membenarkan bahwa dulu harga beras lokal paling mahal hanya Rp12 ribu per liter. Kini, bahkan bisa mencapai harga Rp19 ribu.
Menurutnya, satu-satunya solusi dengan mengubah pola awal konsumsi masyarakat. Semula gemar mengonsumsi beras lokal, beralih ke beras luar. “Misalnya beras dari Pulau Jawa dan Sumatera,” ujarnya.
Kendati demikian, Rakhman mengakui hal itu tentu tak bisa mendadak dilakukan. Apalagi ada kecenderungan warga Banjarmasin pada umumnya lebih banyak mengonsumsi beras lokal.
Ia hanya bisa berharap, melalui peralihan beras itu, kenaikan harga beras lokal bisa ditekan. Bahkan mengikuti harga beras dari luar daerah. “Yang bisa beli beras lokal sekarang hanya orang-orang yang mampu,” sebutnya.
Warga Kecamatan Banjarmasin Tengah, Sairazi mengaku kesulitan bila harus beralih ke jenis beras dari luar daerah. Namun mau tak mau, itu harus dilakukannya. “Saya sudah mencoba. Tapi lidah saya kurang cocok. Jadi diselang-seling.
Bila ada rezeki lebih, saya beli beras lokal. Kalau tidak, ya beli beras luar,” ucap lelaki yang berprofesi sebagai ojol itu.(war/gr/dye)