Harga solar bersubsidi Rp6.800 per liter. Tapi di Kabupaten Kotabaru, nelayan sudah biasa membeli hampir dua kali lipat dari harga eceran tertinggi.
****
KOTABARU – Solar mahal seakan telah menjadi keluhan abadi bagi ribuan nelayan Kotabaru.
“Ribuan anggota kami, rata-rata mengeluhnya sama, soal harga solar yang sangat mahal di eceran,” kata Ketua Ikatan Nelayan Saijaan (Insan), Zainal kemarin (3/3).

“Anggota Insan sekarang sekitar 4 ribuan. Tersebar sekabupaten. Tapi di Desa Rampa saja sekitar 7 ratusan,” sebutnya.
Sudah mahal, 12 ribu rupiah per liter, stoknya juga terkadang langka. Mencarinya susah.
Tak jarang nelayan harus batal melaut karena ketiadaan bahan bakar.
Ironisnya, bertahun-tahun dikeluhkan, belum ada solusi yang benar-benar cespleng dari pemerintah.
Di Pulau Laut Utara, memang ada PT AKR yang menyuplai solar khusus untuk nelayan dengan harga resmi. Tapi terbatas, cuma buat 300 nelayan saja.
Dan dijatah, satu nelayan dalam sebulan hanya boleh membeli 75 liter. Sementara kebutuhan untuk sehari melaut saja bisa 40 liter.
Zainal mengaku sudah sering mengadu ke pemda. Sampai akhirnya ia merasa lelah sendiri.
“Nelayan padahal tidak berharap banyak. Hanya meminta bisa membeli solar sesuai HET (harga eceran tertinggi),” pintanya.
“Kalau tidak bisa secara terus-menerus (murah), minimal dalam setengah bulan bisa,” tambahnya.
Bergeser ke Pulau Sebuku, ceritanya lebih mengenaskan.
Adianto, nelayan di Desa Tanjung Mangkok, mengaku pernah terpaksa membeli solar seharga Rp14 ribu per liter.
“Semua nelayan di Pulau Sebuku ini nada keluhannya sama, Pak. Harga solar mahal dan susah dicari pula,” ujarnya.
Adianto mengaku sudah bingung harus mengadu ke mana.
Baginya, membeli solar sesuai HET seakan mimpi di siang bolong. “Kami mohon, jangan menyiksa nelayan terus,” tutupnya lirih. (jum/gr/fud)