BANJARMASIN – Beberapa hari belakangan, eceng gondok mulai berseliweran di Sungai Martapura. Dari pagi hingga sore hari. Kapal sapu-sapu pun dibuat sibuk menghalau serbuan gulma.
Kepala Bidang Sungai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, Hizbul Wathony mengatakan, ini masalah tahunan seiring curah hujan tinggi di daerah hulu sungai.

“Biasanya kalau di daerah hulu terjadi hujan, maka sampah yang masuk kemari juga banyak,” ucapnya, kemarin (17/2).
PUPR mengatasinya bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III.
Pada semester pertama, kontrak kapal sapu-sapu dibayar BWS. Pada semester kedua berikutnya akan ditanggung pemko.
“Tapi karena sekitar bulan Juni sampai September tak terlalu banyak sampah, maka baru di kontrak Oktober sampai Desember. Lumayan untuk menghemat anggaran. Biayanya jadi sekitar Rp190 juta saja,” jelasnya.
Lalu bagaimana dengan perangkap sampah yang dipasang di Banua Anyar? Dijawabnya, kapal sapu-sapu ini bertugas menangkap sampah dan gulma yang lolos dari perangkap tersebut.
“Sekali beroperasi, kapal ini bisa mengangkut hingga 5 ton. Dalam sehari, bisa dua hingga tiga kali beroperasi,” sebut Thony.
“Sedangkan perangkap sampah itu cuma sepertiga dari lebar sungai. Jadi masih ada kemungkinan lolos. Apalagi yang besar-besar batang pohon, ranting atau bambu,” jelasnya.
Eceng gondok yang terperangkap di sana kemudian dipilah dan diangkut ke Pusat Daur Ulang (PDU) milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Masih berada di kawasan Banua Anyar, Banjarmasin Timur.
“Kami sempat hendak membuat perangkap sampah dengan bentuk zig-zag. Tapi khawatir malah menyulitkan perahu yang melintas,” tutupnya.
Berton-ton eceng gondok bercampur sampah itu menumpuk di kolong Jembatan Pasar Lama dan Jembatan Antasari. Beruntung belum ada penumpukan parah yang melumpuhkan alur sungai. (war/at/fud)