BANJARBARU – Sekretariat Daerah Pemko Banjarbaru menanggapi notulensi rapat koordinasi terkait sinkronisasi RTRW Provinsi pertambangan rakyat di Cempaka, Banjarbaru dari Sekretaris DPRD Kota Banjarbaru, Jumat (3/3).
Tanggapan yang ditandatangani Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Banjarbaru, Said Abdullah itu menyampaikan tiga poin.
Pertama, kondisi pertambangan rakyat di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru memerlukan kajian mendalam. Baik dari segi sosial dan budaya, ekonomi dan potensi pertambangan yang ada. Juga dampak-dampak lingkungan akan yang ditimbulkan.
Kedua, sampai saat ini belum ada kajian komprehensif yang dapat menjadi acuan bagi pengambilan kebijakan terhadap usulan pertambangan rakyat di Kecamatan Cempaka.

Ketiga, mempertimbangkan hal itu, Pemko Banjarbaru belum dapat mengusulkan untuk disediakannya ruang bagi kegiatan pertambangan di Cempaka sebagaimana notulensi rapat pada tanggal 16 Februari 2023.
Menanggapi itu, Ketua Pansus VI DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari mengatakan, upaya mencari solusi legalitas terkait tambang rakyat belum juga ada kesepahaman dengan Pemko Banjarbaru.
“Boleh dikatakan kita menemui jalan buntu atau deadlock dengan Pansus,” kata Emi pada wartawan, Rabu (15/3).
Ketua Komisi III DPRD Banjarbaru itu mengatakan, permintaan pansus cukup jelas. Bahwa dalam RTRW Banjarbaru mengakomodir Kontrak Karya (KK) PT Galuh Cempaka.
“Kita juga ingin tetap mengakomodir kepentingan lokal tambang rakyat di Cempaka,” tuturnya.
Emi katakan, dengan diberikannya ruang tambang rakyat, bisa menjadi landasan bagi warga Cempaka dalam pengurusan izin legalitas.
Ia katakan, jika izin sudah ada, maka pemantauan, pembatasan luas, dan pembinaan dapat dilakukan. “Jangan sampai pertambangan rakyat ini dibiarkan ilegal terus menerus,” paparnya.
Ia juga mengaku, DPRD dalam hal ini hanya mengawal kepentingan masyarakat di Cempaka. Sebab, melihat sisi ekonomi dan sosial tambang rakyat cukup penting bagi masyarakat Cempaka. “Jadi pertimbangan dewan jelas,” tegasnya.
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku tetap menghargai sikap pemko. Namun ia menegaskan, bahwa Pansus tidak akan memparipurnakan Raperda RTRW itu. “Pansus tidak akan mengusulkan agenda untuk diparipurnakan,” tekannya.
Dari itu, ia akan kembalikan ini kepada aturan. Ia merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. “Jika tidak ditetapkan oleh DPRD, maka wali kota berhak menetapkan (Raperda RTRW) itu,” ucapnya.
Sementara itu, Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarbaru, Ahmad Syahidan mengamini surat balasan Sekda Banjarbaru.
“Kalau secara logika, waktunya tidak memungkinkan (membuat kajian). Belum lagi sistem penganggaran,” jelasnya.
Dia katakan, secara hierarki aturan, persoalan tambang rakyat cukup diselesaikan dalam penggodokan Perda RTRW tingkat provinsi. Selaku pemegang kewenangan.
“Kewenangan tambang rakyat ini merupakan kewenangan pusat yang dilimpahkan ke provinsi,” jelasnya.
Menurutnya, ada tidaknya ruang pertambangan rakyat di Banjarbaru tidak perlu usulan dari pemko. Karena Pemprov Kalsel bisa menilai potensi tambang rakyat di Banjarbaru. Jika memang memiliki nilai ekonomis.
“Jadi dibanding dampak lingkungan yang ditanggung, bisa saja ruang untuk tambang itu ada di Kota Banjarbaru,” imbuhnya.
Selain itu, menurut pengamat tata kota dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Eng Akbar Rachman, jika pemko menolak karena tidak ada kajian penguatan untuk memberi ruang tambang rakyat, maka pemko harus dapat menunjukan kajian penolakan.
“Tambang intan tradisional warga lokal di cempaka ini jika dibiarkan dan tidak diwadahi keberadaannya justru akan memperburuk kondisi,” jelas Akbar.
Akbar juga menilai bahwa ketiadaan kajian ini adalah kelemahan Kota Banjarbaru. Harusnya, kajian itu sudah sejak lama ada. “Karena tambang intan aset potensi daerah. Tapi lalai mengelola,” cecarnya.
Ia katakan, hal lain yang perlu dihindari, jangan sampai warga lokal merasa tidak adil dalam kondisi ini. Seperti pemberian izin tambang kepada pihak swasta.
“Sementara warga lokal dengan lahan yang jauh lebih kecil luasannya malah ditolak. Ini kan tidak adil,” tekannya.
Ia juga menyebut, dalam konteks lokalitas, tambang intan tradisional ini perlu dijaga kelestariannya. Juga dapat diproyeksikan salah satu wisata andalan di Kota Banjarbaru.
“Jika memiliki kemampuan mengelolanya. Dan, ini merupakan salah satu nilai kearifan lokal yang juga perlu dilestarikan,” jelasnya. (dza/yn/bin)