BANJARMASIN – Anggota Komisi II DPRD Banjarmasin, Noorlatifah menyoroti keberadaan Perda No 12 tahun 2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Perda tersebut dianggapnya masih belum tegas dalam melindungi atau menjaga lahan pertanian dari ancaman pembangunan kota.
Akibatnya, lahan pertanian mengalami krisis. Lantaran sudah semakin menyusut lahannya di Kota Seribu Sungai ini.
Menurut politisi Partai Golkar itu, terjadi dilema dalam penerapan perda tersebut. Di satu sisi, Banjarmasin adalah kawasan perkotaan yang warganya memerlukan rumah.

Sedangkan luasan kotanya kecil. “Di sisi lain, pemerintah juga harus mempertahankan lahan pertanian. Saat ini yang harus dilakukan adalah mempertahankan dulu lahan yang ada,” ungkap legislator perempuan yang akrab disapa Lala itu saat ditemui di DPRD Banjarmasin.
Lala mendesak Dinas Pertanian Banjarmasin mampu mempertahankan luasan lahan pertanian yang masih ada. Mencegah terjadinya pengurangan karena pembangunan perumahan atau sebagainya. “Minimal mempertahankan luasan lahan yang ada dulu.
Walaupun lahan pertanian bukan milik pemerintah. Pemko hendaknya berkoordinasi supaya bisa dilakukan kerja sama atau dibeli (lahannya, red),” kata Lala.
Cara ini perlu diambil agar luasan lahan pertanian bisa diselamatkan. “Dari rapat dengar pendapat dinas terkait dengan kami, memang ada usulan untuk setiap tahun menambah lahan pertanian,” ujarnya. “Dari sisi anggaran pun ditambah. Tapi, kami juga meminta dulu perencanaan yang jelas dan matang. Nantinya rencana itu berjalan seperti apa,” tambahnya.
Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3 Kota Banjarmasin), lahan pertanian dimiliki pemko hanya 661 hektare di tahun 2019.
Sedangkan total lahan pertanian ada 2.069 hektare. “Itu 2019. Sekarang bisa jadi berkurang, karena tergerus penjualan oleh pemilik lahan,” katanya.
Untuk diketahui, dari data tahun 2019, luasan lahan pertanian di Kecamatan Banjarmasin Selatan ada 1.400 hektare, Banjarmasin Utara 280 hektare, Banjarmasin Timur 345 hektare, dan Banjarmasin Barat 25 hektare.
Kepala DKP3 Banjarmasin, Makhmud mengakui lahan pertanian terus berubah fungsi menjadi perumahan. Apalagi tingkat kesuburan tanahnya terus terpengaruh limbah rumah tangga. “Rata-rata di dekat sawah itu pasti ada rumah. Itulah yang membuat kesuburan sawah di tempat kita ini terus mengalami penurunan,” katanya.
Demi menampilkan kualitas kesuburan, pihaknya menjalankan program demplot lahan pertanian secara berkelanjutan ke masyarakat. Demplot merupakan metode penyuluhan pertanian yang ditujukan kepada petani dengan cara membuat lahan percontohan. Lahan yang dipakai adalah lahan milik pemko. Dengan begitu petani bisa membuktikan sendiri profesinya menguntungkan.
Apalagi di tahun 2022, pihaknya sudah membebaskan lahan sekitar enam hektare. Terbagi di dua lokasi untuk dijadikan lahan demplot pertanian. Pertama, dengan luas 4,6 hektare di Kelurahan Sungai Lulut, Kecamatan Banjarmasin Timur.
Kedua, 1,3 hektare di Kelurahan Tanjung Pagar, Kecamatan Banjarmasin Selatan. “Untuk pengolahannya kami melibatkan kelompok tani binaan DKP3,” ungkapnya.
Makhmud berharap program demplot bisa membuat para petani bisa termotivasi untuk tetap menjaga lahannya yang ada. Supaya jangan sampai terjual ke pengembang perumahan.
“Dari kelompok tani itulah diharapkan bisa memotivasi petani dan warga lainnya agar bisa mengubah anggapan masyarakat tentang pertanian,” harapnya.
Ia mengakui selama ini kebanyakan warga menganggap bertani itu adalah profesi yang rendah. Program demplot diharapkan menarik minat kaum milenial agar tidak malu untuk menjadi petani.
“Cara inilah upaya kami dalam menjaga sekaligus mengembangkan potensi pertanian kita,” pungkasnya.(zkr/az/dye)