28.1 C
Banjarmasin
Saturday, 25 March 2023

Gagal Dapat Adipura, DLH Banjarmasin Bakal Surati Kementerian LHK

BANJARMASIN – Kegagalan dalam meraih trofi Adipura tahun 2022 dianggap sebagai pukulan keras bagi Pemko Banjarmasin. Pada tahun 2015, Kota Banjarmasin masih mampu mempertahankan trofi Adipura. Namun di tahun 2022, penghargaan tersebut harus lepas dari genggaman Kota Seribu Sungai ini.

Meski secara internal sudah menduga apa saja faktor penyebabnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarmasin tetap berusaha mencari informasi dengan bersurat ke Kementerian LHK. Mereka yakin masih ada faktor lain menyebabkan Bumi Kayuh Baimbai hanya diganjar penghargaan berupa sertifikat saja.

“Melalui surat tersebut kami menanyakan ke KLHK, mengapa nilai kami sampai tidak masuk dalam penerima trofi Adipura,” ungkap Sekretaris DLH Kota Banjarmasin, Wahyu Hardi Cahyono, Sabtu (11/3) tadi.

Pihaknya menyadari bahwa sistem penilaian Adipura tahun 2022 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya tidak ada lagi pemaparan kepala daerah tentang bagaimana pengelolaan sampah dan lingkungan hidup di daerahnya. Selain itu, juga ada beberapa tahapan penilaian lainnya yang tidak ada lagi

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

“Sekarang bisa dikatakan penilaian itu dilakukan dengan langsung terjun ke lapangan,” ucapnya.

Menurut Wahyu, hal itu dirasa tidak adil bagi Kota Banjarmasin. Ambil contoh, titik utama penilaian Adipura dari segi kondisi dan kemampuan TPA (Tempat Penampungan Akhir) dalam menampung sampah.

“TPA kita yang berada di atas tanah rawa tidak bisa disamakan dengan daerah dengan kontur wilayahnya pegunungan. Masa dibandingkan dengan daerah di Pulau Jawa dengan dataran tanah,” bebernya.

Ia menjelaskan dalam mengelola persampahan di wilayah rawa jauh lebih sulit. “Kami sudah banting tulang dalam mengelola sampah di TPA. Jadi tidak fair kalau penilaiannya disandingkan dengan wilayah lain yang kontur wilayahnya berbeda dengan Kota Banjarmasin,” ujarnya.

Baca Juga :  Sampah Liar di Banjarmasin, Dipasangi Spanduk Larangan Malah Lenyap

Selain TPA, faktor lainnya adalah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang hanya memiliki 1,8 persen dari 98,46km² luas wilayah Kota Banjarmasin. Sedangkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang secara tegas menentukan bahwa porsi RTH kota minimal 30 persen dari luas wilayah. “Di usia kota yang sudah mencapai 496 tahun, dengan luas wilayah hanya sebesar itu, bagaimana kita menambah jumlah RTH agar bisa memenuhi penilaian Adipura,” ujarnya.

“Kajian RPPLH kita pun juga tidak bisa memenuhi kriteria penilaian Adipura. Kita harus membuka lahan untuk dijadikan RTH minimal tujuh hektare per tahun. Itu pun baru bisa tercapai di tahun 2052. Mau mencari lahan di mana lagi untuk jadi RTH,” tambahnya.
Padahal di penilaian lain, Wahyu menyebut bahwa Banjarmasin mendapat nilai yang bagus. Di antaranya adalah sistem pengelolaan persampahan di kampung iklim.

Wahyu yakin Banjarmasin tidak akan bisa memenuhi seluruh penilaian jika pihak kementerian hanya menitikberatkan pada dua hal tersebut. “Kalau seperti itu lebih baik kita tidak usah ikut. Hasilnya sudah pasti kelihatan,” tukasnya.

Kendati demikian, Wahyu mengaku bahwa pihaknya akan terus berupaya keras dalam memenuhi apa yang diminta tim penilai. Supaya bisa masuk sebagai penerima penghargaan Adipura. “Intinya, kami berusaha keras untuk memperbaiki semuanya untuk memberikan hal terbaik bagi masyarakat Kota Banjarmasin,” tegasnya.

“Surat yang kami layangkan ini bukan bentuk protes. Tapi, supaya kami mengetahui grade penilaian seperti apa yang harus dipenuhi agar bisa membawa trofi Adipura,” tambahnya.

Anggota Komisi III DPRD Kota Banjarmasin, Hendra menilai bahwa kegagalan Adipura 2022 merupakan gambaran sebenarnya bagaimana pengelolaan sampah di Kota Banjarmasin.

Baca Juga :  Tak Ada Habisnya, Tempat Sampah Liar Muncul di Pramuka

“Inilah penilaian yang sebenar-benarnya. Adipura yang dulu-dulu itu saya rasa tidak serius,” kritiknya.

Bukan tanpa alasan hal itu diungkapkannya. Hendra membeberkan kampung iklim yang selama ini dibangga-banggakan oleh pemko, sama sekali tidak berjalan. Berdasarkan pemantauannya ke beberapa lokasi kampung iklim, masih ada yang tidak menjalankan pengelolaan sampah seperti diharapkan.

“Pemilahan sampah dari sumbernya pun tidak dijalankan. Padahal kampung iklim ini mestinya jadi acuan bagaimana mengelola sampah. Buktinya sampah yang mereka hasilkan masih dibuang secara biasa, tanpa diolah atau dipilah,” cecarnya.

Hendra meminta DLH harus membenahi pembinaan terhadap kampung-kampung iklim agar bisa menjalankan program Banjarmasin Zero Sampah.

“Kampung iklim saja tidak beres. Wajar kalau Adipura tidak bisa didapatkan,” banding Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarmasin, Afrizaldi juga menginginkan DLH jangan terlalu memfokuskan perbaikan pelayanan pengelolaan sampah hanya untuk mendapat penghargaan Adipura.

“Mungkin inilah penilaian yang serius. Jadi kami ingin hal ini bisa dijadikan pondasi awal untuk membangun lingkungan Kota Banjarmasin berdasarkan kenyataan. Tidak lagi berdasarkan penghargaan,” tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Afrizal mengingatkan embel-embel penghargaan yang dikejar dalam hal pengelolaan kebersihan dan sampah itu sifatnya hanya sementara saja.

“Jika memang serius ingin membuat Banjarmasin bersih, penanganan kebersihan harus berdasarkan kenyataan,” katanya.

“Jadi kalau ingin Banjarmasin ini bersih, maka kita harus serius dalam menangani problem lingkungan. Bukan hanya dipaksa untuk bersih ketika ada penilaian,” tuntasnya.(zkr/az/dye)

Tak Ada Habisnya, Tempat Sampah Liar Muncul di Pramuka

Persoalan sampah seperti tak pernah ada habisnya di Banjarmasin. Meski sudah dipasang papan imbauan dan spanduk larangan, nyatanya masih saja terjadi.

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru