BANJARBARU – Ketua Komisi III DPRD Banjarbaru Emi Lasari mengatakan, Pemko Banjarbaru harus mempunyai sikap yang jelas perihal tambang rakyat di Cempaka.
Sebelumnya, Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin menuturkan, akan menyampaikan aspirasi soal tambang rakyat kepada Pemprov Kalsel dan kementerian. Namun, ia tak menjamin aspirasi itu akan terakomodir.

Hal ini lantaran, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) ditentukan kementerian dan Pemprov Kalsel. Muatan substansi dalam RTRW Banjarbaru sendiri hanya mengikuti produk hukum RTRW Provinsi Kalsel.
Mengomentari itu, Emi mengakui perihal kewenangan tersebut adalah benar. Namun, ia katakan, pemko sendiri harus mempunyai sikap jelas soal tambang rakyat. Menurutnya, sikap pemko akan menjadi dasar pertimbangan Pemprov Kalsel dan kementerian.
“Apakah pemko akan membuka ruang tambang rakyat atau tidak? Ibaratnya, bukan karena terkendala kewenangan, pemko ‘lempar bola’ tanpa kejelasan sikap,” cecarnya, Senin (13/2).
Legislator dari Partai Amanat Nasional itu mengklaim, sikap DPRD soal tambang rakyat sudah jelas, bahwa tidak ingin mengajarkan masyarakat melakukan hal yang salah atau aktivitas tambang ilegal. “Kita ingin mencarikan mereka solusi menjadikan mereka legal,” sebutnya.
Emi berujar, mengingat proses RTRW sedang berjalan di tingkat provinsi, pemko pun harus terus melakukan komunikasi dengan Pemprov Kalsel untuk memberi ruang tambang rakyat yang sudah eksisting.
“Jadi bukan hanya pengalihan kewenangan, sikap pemerintahan pun menjadi abu-abu,” jelas Emi.
Emi juga meminta, pemko tidak pasif dengan hanya menunggu keputusan provinsi dan kementerian. Pro-aktif pemko menyampaikan sikap dan menjelaskan dinamika lapangan diperlukan. Penyesuaian produk hukum baru bukan tak mungkin.
“Kan biasa, sewaktu RTRW sedang diproses, namun ditemukan dinamika lapangan atau kondisi yang menjadi aspirasi masyarakat,” tutur Emi.
Disinggung soal kesepakatan dewan dan pemko membawa RTRW kepada kementerian untuk diekspose, Emi turut membenarkan. Namun, ia berujar, bukan berarti itu menjadi alasan. Sebab, belakangan ditemukan dinamika lapangan soal aspirasi masyarakat.
“Tidak bisa saklek bilang ini sudah diproses. Coba kita komunikasi lagi dengan Kementerian ATR, karena ini kan belum diparipurnakan,” ujarnya.
Padahal, kata Emi, tidak ada yang saklek soal tambang rakyat ini. Yang utama, sejauh mana keinginan pemerintah menampung keinginan masyarakat tersebut. Karena sewaktu masyarakat tidak bisa bekerja, banyak dampak harus diperhitungkan.
“Artinya, ada tanggung jawab kita mencari alih fungsi profesi kepada masyarakat. Itu bisa tidak dalam waktu dekat?,” pungkasnya. (dza/yn/bin)