25.1 C
Banjarmasin
Friday, 31 March 2023

Tak Mau jadi Panggung Pemilu, Tokoh Politik dan Simbol Partai DIlarang Masuk Masjid

BANJARBARU – Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Dewan Masjid Indonesia melarang semua pengurus masjid memberikan panggung bagi tokoh politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.

Menanggapi hal itu, Ketua DMI Banjarbaru Adenan Nawawi mengaku sampai saat ini belum menerima edaran resmi dari DMI pusat. “Sampai saat ini, belum ada menerima langsung dari sekretaris,” kata Adenan, Rabu (8/3).

Namun, ia memastikan jika pada akhirnya menerima edaran tersebut, sudah pasti akan dilaksanakan. “Kami juga mengharapkan simbol-simbol partai itu jangan ada sampai ke masjid,” utarnya.

Bagaimana pantauan Ketua DMI sejauh ini? Adenan katakan, sampai saat ini belum ada laporan yang masuk dari pengurus masjid lain. “Belum ada keluhan dari pengurus masjid soal partai atau tokoh politik ke masjid-masjid di Banjarbaru,” tukasnya.

010-Ramadhan-favehotel-Banjarbaru-Event-Ads

Kendati begitu, ia katakan, pihaknya juga akan mencoba tegas jika mereka datang. “Kalau suratnya nanti ada, kami akan teruskan ke pengurus masjid di Banjarbaru,” jelasnya.

Sementara itu, menurut Antropolog dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, tempat ibadah seperti masjid hingga institusi pendidikan keagamaan merupakan tempat yang menjadi agenda kedatangan politisi.

“Saya kira jika terkait agenda politik resmi hal tersebut tidak dilakukan. Sebab biasanya para politisi datang untuk agenda kegiatan keagamaan dan silaturrahmi dengan warga,” katanya, Rabu (8/3).

Baca Juga :  Mahasiswa Jangan Gegabah, Jangan Terseret Kepentingan Politik Praktis

Nasrullah mengakui masjid memang menjadi salah satu tempat yang efektif untuk bertemu dengan massa keagamaan. Terlepas dari pesan yang disampaikan melalui sambutan atau pidato politisi itu.

Sejauh mana efektivitasnya? Ia kembali menjelaskan, jika efektivitas itu diukur dari jumlah orang yang hadir tentu hasilnya maksimal. Karena masjid merupakan tempat yang intens dikunjungi, terutama kegiatan keagamaan. Ibadah salat contohnya.

“Otomatis efektif juga bagi politisi menyampaikan pesannya di hadapan jamaah yang hadir dalam masjid,” jelasnya.

Namun, ia sebut bukan berarti akan berbanding lurus dalam perolehan suara. Sebab kendati jemaah banyak yang hadir mendengarkan, belum tentu masyarakat menentukan pilihannya kepada tokoh tersebut.

Narsullah, Antropolog ULM

Disinggung kerentanan menggunakan atribusi keagamaan menjadi politik identitas, Nasrullah tampak tak setuju. Menurutnya, ada kekacauan dalam pengertian identitas yang disematkan dalam politik. “Sebab identitas itu merupakan substansi dasar. Baik identitas keagamaan, identitas ras, identitas pendidikan dan lain sebagainya,” utarnya.

Nasrullah menambahkan, dalam antropologi, identitas merupakan kajian fundamental yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. “Saya lihat kecenderungan istilah politik identitas itu ditujukan pada penggunaan isu-isu atau wacana keagamaan menjelang pemilu 2024 ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Golkar Sepakat Mengusung Rahmadi di Pilkada Batola 2024

“Persoalannya, meninggalkan identitas, sama saja meninggalkan sesuatu yang fundamental dalam kehidupan manusia beragama. Terutama di Indonesia,” tambahnya.

Selain itu, istilah identitas juga sebenarnya merekatkan antara orang, komunitas, kelompok dan bangsa. Menurutnya, faktor perekat inilah yang agaknya mulai disamarkan dalam wacana politik.

“Sehingga, kembali kepada pertanyaan di atas, saya kira tidak masalah dalam berbicara identitas. Sebab atribusi keagamaan itu selalu muncul dalam politik. Bahkan nama partai politik sekalipun ada yang berkaitan dengan identitas keagamaan,” kata Nasrullah.

Menurutnya, terkait larangan tersebut, bagi pengurus masjid daerah secara hierarkis akan mematuhi DMI pusat. Terutama untuk tidak memasukkan dalam agenda kegiatan politik praktis. “Tetapi untuk kegiatan silaturahmi tokoh politik dan jamaah tidak akan bisa dihindari,” jelasnya.

Nasrullah menjelaskan alasannya. Para tokoh politik muslim tentu akan mencari masjid untuk tempatnya salat dan bergabung bersama jamaah lain. “Saya kira alasan demikian akan berlaku pada politisi non muslim di tempat ibadah mereka masing-masing,” pungkasnya. (dza/yn/bin)

Kesempatan Terakhir Bakal Calon DPD Kalsel

nam bakal calon Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI Dapil Kalsel dipastikan mengikuti verifikasi faktual (verfak) kedua.

Temui Kami di Medsos:

Terpopuler

Berita Terbaru