BANJARMASIN – Menjelang penyelenggaraan pemilu di tahun 2024, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) mendapat peringatan keras dari Bawaslu RI. Peringatan itu juga berlaku bagi para TNI-Polri di seluruh Indonesia. Harus menjaga prinsip netralitas mereka sepanjang tahapan pemilu. Termasuk di ranah media sosial.
Bahkan, bisa dianggap sebagai keberpihakan maupun pelanggaran serius walau hanya sekadar memberikan tanda suka atau tidak suka di satu unggahan konten politik pemilu di media sosial. Apalagi menuliskan komentar serta membagikan konten yang berbau politik.
Lantas bagaimana dengan di Banjarmasin? Ketua Bawaslu Kota Banjarmasin, Muhammad Yassar mengakui prinsip netralitas ASN, TNI dan Polri ini sangat ditekankan pihaknya. “Kami harap mereka (ASN, TNI dan Polri, red) berhati-hati dalam menggunakan medsos miliknya. Jangan sampai nanti malah terjerumus dalam keberpihakan. Baik itu terhadap salah satu calon, atau parpol,” ungkapnya saat ditemui di RM Lima Rasa, Km 2 Banjarmasin Tengah, Senin (6/2) siang.
Yassar mengingatkan keberpihakan ini punya pengaruh terhadap kondusif tidaknya suasana pemilu. “Kalau mereka bijak dalam menjaga jempolnya, maka mereka juga bisa terhindar dari dugaan pelanggaran netralitas ASN,” tegasnya.

Bawaslu membentuk gugus tugas sampai ke tingkat pusat untuk menjalankan pengawasan terkait hal itu. Bahkan bekerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk mengawasi risiko pelanggaran-pelanggaran di media sosial. “Kalau ada yang kedapatan melanggar, maka akun milik ASN itu bisa diblokir oleh Kominfo. Untuk orangnya pun juga akan kami periksa, dan hasilnya kami serahkan ke atasannya,” bebernya.
Meski tahapan pemilu sudah dimulai, pihaknya masih belum menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan para ASN melalui medsos tersebut. “Namun, kami mengimbau kepada seluruh ASN, TNI dan Polri agar tetap berhati-hati dalam bermedsos. Siapa tahu ada oknum yang iseng, kemudian melaporkan itu ke Bawaslu. Kami di Bawaslu tentu akan memprosesnya,” tegasnya.
Seberapa besar potensi pelanggaran medsos para ASN ini di Kota Banjarmasin? Komisioner Koordinator Bidang Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kota Banjarmasin, Subhani mengakui bahwa di Kota Banjarmasin potensi pelanggaran perihal netralitas ini cukup tinggi. Pada saat Pilkada tahun 2020 lalu, pihaknya menemukan lima kasus terhadap netralitas ASN.
Seperti ikut masuk ke dalam grup tim sukses pemenangan, sampai ikut mengampanyekan dan menyosialisasikan salah satu calon kepala daerah. “Tentunya hal ini jadi catatan bagi kami. Di tahun 2024 nanti, kasus seperti ini berpotensi terjadi lagi,” ungkapnya.
Subhani menyebut tim khusus perlu dibentuk untuk mengawasi netralitas ASN. “Kalau di pusat sudah ada MoU dengan KASN. Kami di Banjarmasin sudah menyurati pihak-pihak terkait, dan membentuk tim pengawasan tersendiri,” terangnya.
Sekadar diketahui, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja telah menyebutkan bahwa setiap ASN atau aparat TNI dan Polri hanya boleh menunjukkan keberpihakan atau pandangan politik pribadinya di ranah privat. Misal di dalam rumah tangga, atau di media sosial yang bersifat internal.
Khusus bagi ASN, tetap memiliki hak pilih dan boleh mencoblos hanya di dalam bilik tempat pemungutan suara saat pemilu. Itu juga berlaku pada semua aparatur Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di seluruh tingkatan. Bahkan termasuk dokter, perawat, dosen yang berstatus ASN dan bukan pegawai swasta. Ini hasil dari surat keputusan bersama lima lembaga negara yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Bawaslu. Aturan tersebut berlaku sejak dimulainya tahapan pemilu sampai rekapitulasi hasil pemilu kelak pada tahun 2024.
Berhubung tahapan pemilu telah dimulai, Bagja memperingatkan ASN dan aparat TNI dan Polri sudah tidak boleh memperlihatkan keberpihakan dan pandangan politiknya di media sosial.
Jangan Terjerumus dengan Angka dan Simbol
Persoalan netralitas para ASN di media sosial ini juga menjadi sorotan bagi Pemko Banjarmasin. Sekda Kota Banjarmasin, Ikhsan Budiman juga meminta para ASN bawahannya lebih bijak dalam memainkan medsos miliknya.
“Menunjukkan angka dan simbol apapun berkaitan dengan politik sudah menjadi hal yang sangat terlarang bagi para ASN,” ucapnya saat ditemui di Gedung Balai Kota, Senin (6/2) siang.
Menurutnya, mengunggah foto dengan latar yang identik dengan salah satu parpol atau calon kepala daerah juga bisa dianggap sebuah pelanggaran. “Apalagi kalau sampai mereka berfoto dengan orang-orang petinggi politik. Sangat berbahaya kalau ini sampai terjadi,” tekannya.
Ikhsan meminta para ASN bisa lebih cermat dan bijak menyikapi segala sesuatunya. Apalagi sampai terbawa arus. “Jadi kadang-kadang ada ASN terjebak dalam sebuah situasi. Mereka hadir dalam kapasitas ASN, ternyata acaranya berbau partai politik. Ini nanti akan kami cermati lagi ke depannya,” bebernya.
“Intinya selalu netral, tidak partisipan, dan selalu junjung keprofesionalan. Saya selalu menekankan agar setiap kepala SKPD untuk selalu mengambil langkah antisipatif dengan mengingatkan bawahannya agar jangan sampai terjerumus ke dalam lingkaran politik praktis,” tambahnya.
Apakah ada sanksi bagi ASN yang tidak netral? Sekda menegaskan pasti ada. “Sanksi kepegawaian. Sanksi khusus terkait tahun politik juga pasti ada,” tukasnya.
Kepala BKD Diklat Kota Banjarmasin, Totok Agus Daryanto mengakui bahwa kasus pelanggaran netralitas ini sangat mungkin terjadi di kalangan ASN Kota Banjarmasin.
Padahal aturan ini sudah termaktub dalam PP nomor 94 tahun 2021 tentang Pelanggaran Disiplin ASN. Salah satunya keterlibatan dengan politik praktis. “Selama orang-orang politik ini masih belum ditetapkan sebagai peserta pemilu, memang masih diperbolehkan untuk berinteraksi. Ketika sudah ditetapkan ASN, kita wajib hati-hati,” tekannya.
“Contohnya, ada ASN yang berselfie bersama calon kepala daerah. Kemudian di foto itu menunjukkan simbol angka di jarinya. Nah itu salah satu pelanggaran,” ujarnya. “Termasuk like, share dan comment di postingan akun-akun politik juga tidak boleh. Tindakan ini sangat dilarang, dan masuk dalam kategori pelanggaran disiplin,” sambungnya.
Jika ada yang melanggar, ASN yang bersangkutan akan langsung diproses dan dikenakan sanksi sesuai dengan kriteria kesalahannya. “Mulai dari pencopotan dan penurunan pangkat sampai pemecatan sudah menunggu bagi ASN yang melanggar,” terangnya.
Sekadar diketahui, Bawaslu RI sebelumnya mencatat terdapat 1.194 kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020 lalu. Netralitas ASN perlu terus dijaga dan diawasi. Supaya pemilu dapat berjalan secara jujur dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon tidak memiliki relasi kuasa di lingkungan birokrasi pemerintahan.(zkr/az/dye)