BANJARMASIN – Kepala Pelaksana BPBD Kota Banjarmasin, Husni Thamrin menyatakan bahwa hingga kini status Kota Banjarmasin masih berada pada siap siaga menghadapi bencana. Belum darurat.
“Di tempat kita belum sampai satu malam, genangan air sudah turun,” ujarnya di Balai Kota, kemarin (6/5) siang. “Artinya, belum memenuhi syarat untuk meningkatkan status,” tambahnya.
Terkait kawasan yang jadi atensi alias harus diwaspadai, Husni mengatakan bahwa Banjarmasin adalah dataran rendah. Berada di bawah permukaan laut.
Menurutnya, hampir semuanya terdampak. Sebanyak 52 kelurahan di 5 kecamatan.
Husni mengklaim bahwa sudah ada kajian risiko bencana yang dilakukan. Ia bilang kajian itu juga bakal digodok dalam bentuk Peraturan Wali Kota (Perwali). Ini sebagai bentuk penanganan.

Apa isi kajian risiko bencana terkait penanganan itu? Husni menjabarkan sejumlah hal. Misalnya, mengembalikan sungai-sungai sebagaimana fungsi awalnya. Supaya Kota Seribu Sungai itu tak sekadar slogan. “Penangan dilakukan melalui normalisasi dan revitalisasi sungai. Itu harus terus dilaksanakan,” tekannya. “Banyaknya sungai, membuat air cepat menurun. Tapi kini, banyak sungai yang tertutup dan buntu,” tambahnya.
Menurutnya, upaya itu sudah dilaksanakan oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Meskipun harus ditingkatkan lagi. “Sebagai contoh, normalisasi yang dilakukan di kawasan Sungai Veteran dan sungai yang berada di kawasan Sabilal Muhtadin,” ujarnya.
“Sekarang kan di situ sudah bagus. Agak terbuka sungainya. Begitu pula dengan sungai di kawasan Jalan Zafry Zamzam,” jelasnya. “Kami berharap ini bisa diteruskan sampai ke kelurahan-kelurahan, ke kecamatan. Dinas terkait bisa membebaskan sungai dari bangunan,” harapnya.
Kajian risiko kebencanaan itu juga menekankan terkait optimalisasi pengawasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 Tahun 2009 tentang Bangunan Panggung. Husni mengakui perda tersebut terkesan tidak dijalankan secara penuh. Ia berharap ada imbauan lagi terkait perda tersebut. “Mungkin sejenis pengawasan. Pada kenyataannya, sejauh ini rata-rata pembangunan rumah justru diuruk. Padahal yang boleh diuruk itu hanya 30 persen, alias bagian halaman saja,” jelasnya. “Itu agar ada serapan air di bawah rumah,” tambahnya.
Husni juga mengharapkan ada penekanan terhadap warga dalam penanganan kebencanaan. Utama agar tidak membuang sampah sembarangan. Apalagi ke sungai-sungai. “Dulu, mungkin tak jadi masalah. Karena masyarakatnya tidak banyak. Kalau sekarang, orangnya sudah banyak. Sedikit saja sampahnya dibuang, bisa membuat sungai tersumbat,” tegasnya.
Semua hal ini bakal dibawa ke dalam rapat penanganan kebencanaan bersama lintas SKPD terkait. Paling cepat rapat digelar pada Kamis (9/2) mendatang. Antara lain harus dihadiri Dinas PUPR dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), hingga Satpol PP Banjarmasin. “Nanti, kajian risiko bencana itu juga akan kami bagikan ke dinas-dinas atau instansi,” bebernya.
Husni bilang cuaca ekstrem di Banjarmasin diprediksi berkurang pada Februari ini. Namun, curah hujan tinggi akan kembali terjadi pada bulan Maret mendatang. Ia mengimbau agar warga bisa bersiap. “Air pasang tinggi, sudah langganan di kita. Cuma cuaca ekstremnya saja yang diantisipasi. Mudah-mudahan masyarakat kalau sudah diberitahu, bisa berhati-hati,” harapnya.
Kepala Dinas PUPR Banjarmasin, Suri Sudarmadiyah memastikan bahwa normalisasi sungai akan terus dijalankan dari tahun ke tahun. “Bertahap dan berkesinambungan,” ujarnya, di Balai Kota kemarin siang.
Bagaimana dengan penataan hingga pengawasan bangunan yang memakan badan sungai? Ambil contoh, di sungai yang ada di ruas Jalan Ahmad Yani Banjarmasin. Sebagai pengingat, saat normalisasi sungai digalakkan, ada banyak jembatan atau bangunan yang diberi tanda silang. Umumnya, jembatan atau bangunan yang dianggap menghambat aliran sungai. Tak sedikit yang dibongkar. Tak sedikit pula yang mengindahkan. Terkait hak itu, Suri hanya menjawab singkat. Ia bilang hal itu masih jadi kajian oleh pihaknya. “Masih dikaji dan disesuaikan,” pungkasnya.(war/az/dye)