BANJARMASIN – Kegagalan Kota Banjarmasin dalam mempertahankan dan meraih trofi Adipura tahun 2022, ternyata ditanggapi serius Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya. Hal ini merupakan gambaran kalau Banjarmasin sedang tidak baik-baik saja dalam penanganan sampah.
Menurutnya, jika Banjarmasin mendapat trofi Adipura maka hal itu sangat bertentangan dengan kondisi di lapangan. “Memang masih belum bisa dikatakan beres dalam hal menangani sampah,” ungkap Politisi Partai Amanat Nasional itu.
Apa yang didapatkan Banjarmasin saat ini, sebutnya, sesuai dengan realita di lapangan. Terlihat dari bagaimana kondisi tempat pembuangan sampah hingga pengolahannya. “Dari situ, apabila kita bisa berhasil memenangkan trofi Adipura, ini tidak sesuai dengan apa yang menjadi realitas di lapangan,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Harry menilai bahwa fakta di lapangan memang masih banyak pengelolaan sampah yang belum maksimal. “Salah satu contohnya ada di Jalan Lingkar Selatan. TPS di sana sampahnya itu hampir tiap hari meluber sampai ke tengah jalan,” bebernya.

Harry menyatakan DPRD Banjarmasin akan melakukan pemanggilan ke Pemko Banjarmasin juga dinas terkait. “Akan didiskusikan dulu di internal DPRD terkait hal ini. Melalui komisi nantinya untuk menindaklanjutinya,” jelasnya.
Ia berharap kegagalan ini harus dijadikan pelajaran bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan. Jika nantinya Banjarmasin mau mendapatkan trofi Adipura kembali, Banjarmasin harus memperjuangkan itu dengan sungguh-sungguh. “Jangan nantinya ketika mendapatkan trofi Adipura itu hanya berpura-pura bersih. Sedangkan realita di lapangannya tak sesuai,” tegasnya.
Kegagalan Banjarmasin dalam meraih trofi Adipura diakui Kepala DLH Kota Banjarmasin, Alive Yoesfah Love. “Kepala Dinas beserta seluruh jajaran meminta maaf kepada seluruh masyarakat Banjarmasin karena hanya bisa membawa pulang sertifikat Adipura yang satu tingkat di bawah trofi Adipura,” ucapnya.
Ia mengatakan banyak kendala Banjarmasin tidak bisa membawa pulang trofi Adipura tahun ini. Padahal sebelumnya telah didapatkan 4 kali secara beruntun.
“Salah satunya adalah masalah tata kelola persampahan di Kota Banjarmasin. Masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah sembarangan,” ujarnya.
Penurunan tata kelola persampahan ini berlangsung selama pandemi. Itu membuat bermunculannya TPS liar. Warga juga tetap membuang sampah di TPS yang sudah ditutup.
“Hal ini membuat pengelolaan menjadi terlambat, dan pelayanan pun juga jadi sulit,” ungkap Alive.
Ia sangat mengharapkan kerja sama masyarakat agar bisa membuang sampah pada tempatnya dengan benar. Supaya memudahkan pengelolaan sampah.
Selain itu, salah satu penyebab lainnya adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Basirih yang dimiliki Kota Banjarmasin sudah terlampaui usia pemakaiannya. “Semestinya usianya sudah berakhir di 2020 kemarin. Banyak terkendala pengelolaan sampah di sana,” tuturnya.(zkr/az/dye)