BANJARMASIN – Meski SE dari Kementerian Kesehatan sudah dilayangkan, Kabid Peternakan dari DKP3 Kota Banjarmasin, drh Teuku Inayatsyah meminta warga untuk tidak takut mengonsumsi daging ayam atau itik di pasaran.
Ia menjamin daging unggas yang dijual itu sudah melalui pemeriksaan secara klinis oleh petugas kesehatan hewan di Rumah Potong Unggas (RPU) Basirih.
“Khusus untuk daging unggas dari kabupaten tetangga harus lewat RPU pemotongannya. Di sana sudah ada dokter hewan standby untuk mengawasi kondisi kesehatan ayam yang akan dipotong,” ungkapnya.
Sedangkan daging unggas yang datang dari luar pulau seperti dari Jawa, sudah terjamin kehigienisannya lantaran dalam bentuk daging beku. “Jadi masyarakat tidak perlu khawatir,” tekannya.

Guna mencegah terjadinya kasus flu burung di Banjarmasin, Inayatsyah mengaku pihaknya juga rutin melakukan penyemprotan cairan disinfektan di lokasi peternakan dan RPU.
Kalaupun ada temuan unggas mati, siap dimusnahkan dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
“Jika ada unggas disinyalir terpapar virus flu burung, maka harus dipisahkan dari kandangnya. Kemudian dibakar, lalu dikubur dalam tanah,” ujarnya. “Orang yang memusnahkannya pun harus memakai APD seperti penanganan virus Covid-19,” tambahnya.
Seperti apa ciri-ciri unggas yang terpapar virus flu burung?
Medic Veterinar DKP3 Kota Banjarmasin, drh Annang Dwijatmiko menjelaskan unggas terinfeksi memiliki ciri-ciri atau gejala klinis seperti jengger berwarna kebiruan, bagian kaki terlihat ada pendarahan akibat pembuluh darah yang pecah.
Di bagian wajah unggasnya mengalami pembengkakan, mata berair, dan ada lendir di bagian pernapasan seperti hidung dan tenggorokan. Biasanya unggas yang dipelihara mengalami kematian mendadak.
Ia meminta warga yang memelihara agar berhati-hati dalam menyentuh dan merawat unggas miliknya. Penularan flu burung ke manusia melewati sentuhan dari unggas yang terinfeksi flu burung.
“Kalau ada ayam yang mati mendadak dengan ciri-ciri tadi, maka lebih baik jangan disentuh langsung pakai tangan. Gunakan pelindung dan langsung dimusnahkan,” ujarnya.
“Pada intinya jangan sampai menyentuh bagian lendir yang keluar dari unggas mati. Dari situlah penularannya terjadi,” ujarnya.
Annang menceritakan di tahun 2015 sempat ada temuan kasus flu burung di Kota Banjarmasin. Namun tidak sampai meluas.
“Ada penghobi yang membeli ayam dari luar pulau dengan jumlah banyak. Ketika sampai di Banjarmasin mati. Itupun langsung dimusnahkan. Setelah itu tidak ada kasus lagi,” ungkap Annang.(zkr/az/dye)