BANJARMASIN – Pampangan sampai di Kota Banjarmasin. Penanganan dilakukan dengan cara mengurai pampangan yang menumpuk. Lalu menghanyutkan hingga ke Jembatan Antasari, kemudian diangkut.
Belakangan, metode penanganan seperti itu, khususnya dengan cara menghanyutkan pampangan mendapat sorotan keras dari anggota DPRD Banjarmasin.
Pihak legislatif menilai, metode itu bukanlah solusi yang tepat.
“Cara itu justru hanya menimbulkan permasalahan baru di aliran Sungai Martapura,” ucapnya Wakil Ketua Komisi III, DPRD Kota Banjarmasin, Afrizaldi, kemarin (1/2) siang, di ruang komisinya.

Itu diutarakannya bukan tanpa alasan. Melainkan, lantaran menurutnya kondisi Sungai Martapura kini sudah tidak selancar dahulu. Ada banyak bangunan dan lain sebagainya yang berdiri di atasnya.
“Siapa yang berani menjamin kalau eceng gondok dan sampah lainnya itu tidak tertahan di kolong-kolong bangunan,” tekannya.
Selain itu, masalah lain juga akan muncul ketika arus sungai jadi berbalik. Tidak menutup kemungkinan, pampangan justru akan kembali dan menumpuk lagi di bawah jembatan.
Karena itu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengingatkan, agar pemko fokus menangani pampangan dengan memaksimalkan kinerja dari perangkap sampah.
Seperti misalnya, yang ada di depan Gedung Pusat Daur Ulang (PDU) di Banua Anyar. Atau, yang ada di kawasan Sungai Gampa itu. Cara itu menurut Afrizal, lebih efektif ketimbang meloloskan pampangan mengikuti arus sungai.
“Di era wali kota sebelum Ibnu Sina, perangkap sampah itu dibangun. Kami (Komisi III, red) akan menanyakan keberadaan perangkap sampah itu,” janjinya.
“Apakah masih berfungsi normal atau tidak dalam menangani pampangan,” tambahnya.
Hal senada juga diungkapan oleh anggota Komisi III dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hendra.
“Metode menghanyutkan pampangan mengikuti arus sungai, sangat tidak efektif. Cara yang paling tepat adalah memaksimalkan kerja dari Kapal Sapu-sapu,” tekannya.
Ia membeberkan, permasalahan pampangan ini sebenarnya sudah sangat sering dibawa ke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Dinas PUPR Kota Banjarmasin.
Dalam rapat, pihaknya selalu menanyakan keberadaan Kapal Sapu-sapu milik Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, yang bertugas membersihkan sampah di aliran sungai.
Namun sayangnya, saat ini pihaknya sudah tak lagi mendengar kabar tentang kapal tersebut.
Selain itu menurutnya, dinas tersebut juga pernah memaparkan rencana penganggaran pengadaan Kapal Sapu-sapu. Namun, dengan teknologi yang lebih bagus.
“Dan sayangnya hal ini juga tidak ada kabar keberlanjutannya,” keluhnya.
Di sisi lain, Sekertaris Fraksi PKS di DPRD Kota Banjarmasin itu juga mendorong agar permasalahan pampangan ini dikomunikasikan dengan pihak BWS dan pemerintah Kabupaten Banjar.
Tujuannya, agar bisa menemukan solusi yang tepat.
“Kalau pemko dan Dinas PUPR mengaku sudah mengkomunikasikan hal ini, lalu apa hasilnya. Soalnya kami belum pernah tahu hasilnya seperti apa,” tegasnya.
Untuk itu, Hendra berjanji akan meminta pertanggungjawaban SKPD terkait. Agar ke depan, kepungan pampangan tidak lagi menjadi momok bagi Kota Banjarmasin.
“Selain merusak pemandangan, tumpukan sampah ini juga menghambat arus lalu lintas sungai. Jadi kita harus segera mencari solusinya,” tutupnya.
Persoalan pampangan juga mendapat sorotan dari Pengamat Lingkungan di Kota Banjarmasin, Hamdi.
Bahkan ia menilai, pampangan yang ada saat ini lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya. Saking parahnya, ia mengaku sempat hendak memotretnya.
Melihat kondisi itu, Hamdi lantas mempertanyakan program yang dicanangkan pemko pada tahun 2022 lalu. Seperti misalmya, terkait penanganan sungai bertajuk ‘Sungai Martapura Bungas’.
“Saya merasa, jangan-jangan program itu justru belum menyentuh ke penanganan sampah yang hanyut di sungai,” ucapnya.
“Padahal, program itu sudah ditandatangani oleh dua kepala daerah. Wali Kota Banjarmasin dan Bupati Banjar,” tekannya.
“Saya melihat tidak ada kemajuan sama sekali dalam penanganan pampangan ini,” keluhnya.
Disinggung bagaimana terkait rencana pembuatan perangkap sampah oleh dinas terkait hingga berkomunikasi dengan daerah tetangga, menurut Hamdi, itu justru tidak efektif jika tidak dibarengi dengan mendorong peran serta masyarakat.
“Khususnya, penanganan sampah yang hanyut di sungai. Dan bukan cuma warga Banjarmasin saja. Tapi, juga masyarakat di sepanjang aliran Sungai Martapura,” sarannya.
“Jika ada sampah yang hanyut, ada upaya warga untuk mengamankannya. Tidak dibiarkan seperti selama ini, hingga akhirnya sampah justru menumpuk di Banjarmasin,” pungkasnya. (zkr/war/az/war)