BANJARMASIN – Kemarin (23/5), tepat seperempat abad tragedi Jumat Kelabu.
Diperingati dengan aksi teatrikal oleh Sanggar Titian Berantai dari Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (Uniska MAB).
Aksi digelar halaman belakang Hotel A dan bundaran Jalan Lambung Mangkurat. Di lokasi kedua, peserta aksi berorasi sebentar, membaca doa lalu membubarkan diri.

Sebelum berganti nama menjadi Hotel A, gedung itu dulunya menyandang nama Hotel Kalimantan. Menjadi saksi bisu dari amuk 23 Mei 1997.
Ketua Umum Sanggar Titian Berantai, Muhammad Yusrian Noor Sani menegaskan tidak bermaksud membuka luka lama keluarga korban.
“Tujuan aksi ini agar jangan terjadi lagi peristiwa serupa pada kemudian hari,” kata mahasiswa fakultas hukum semester enam tersebut.
Mahasiswa dan mahasiswi ini kebanyakan belum lahir saat kerusuhan politik dan rasial itu pecah. Mereka tidak memiliki pengalaman nyata atas tragedi itu. Hanya membacanya dari buku atau arsip foto.
Namun dia merasa pesan dari Jumat Kelabu justru kian relevan pada hari ini. Panasnya perdebatan politik, jangan sampai berujung kekerasan. Apalagi menjelang Pemilu 2024 nanti.
“Tragedi yang memilukan. Cukup terjadi sekali untuk menjadi pelajaran,” tegasnya.
Siang itu, mereka membawakan pertunjukan berjudul ‘Gejala Dalam Jelaga’. Menggambarkan kematian dan hilangnya ratusan korban.
“Gerakan-gerakan tadi menggambarkan apa yang terjadi pada hari itu,” tutup Yusrian.
Jumat Kelabu terjadi menjelang akhir rezim Orde Baru. Pada hari putaran terakhir kampanye Golkar, seusai salat Jumat. Data tim pencari fakta YLBHI menyebutkan, ada 123 orang tewas. Ditambah 118 orang terluka dan 179 orang yang dinyatakan hilang. (gmp/az/fud)