BANJARMASIN – Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas 1 Banjarmasin memeriksa puluhan sapi yang didatangkan dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Guna mencegah penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak sapi.
Bersama Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Banjarmasin, sebanyak 75 ekor sapi diperiksa kemarin (16/5) pagi di Rumah Potong Hewan (RPH) Basirih di Jalan Tembus Mantuil.

Syukurlah, dari hasil pemeriksaan, tidak ditemui gejala PMK.
“Kami nyatakan sehat, tidak ada gejala klinis PMK,” ungkap Kasi Karantina Hewan di BKP Kelas 1 Banjarmasin, drh Isrokal.
Saat ini ada dua provinsi yang ditetapkan Kementerian Pertanian dilanda wabah PKM, yakni Jawa Timur dan Aceh.
Sebagai antisipasi, BKP menghentikan suplai sapi dari Jatim hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
“Kami diinstruksikan untuk memberhentikan sementara pengeluaran hewan ternak dari Jatim. Jadi kami tidak akan menerbitkan sertifikat pelepasan hewan ternak asal sana,” tambahnya.
Terpisah, Medik Veterineer DKP3, drh Annang Dwijatmiko menuturkan, Banjarmasin adalah pasar yang potensial untuk perdagangan sapi. “Kami akan meningkatkan intensitas pemeriksaan untuk mencegah penyebaran wabah ini,” ucapnya.
Puluhan sapi itu diperiksa bagian mulut dan kukunya. “Apakah ada lesi atau lepuh-lepuh,” jelasnya.
Sejauh ini, belum ada temuan PMK di rumah potong yang berada di Banjarmasin Selatan tersebut. Bila ada temuan, bakal diisolasi. “Jika ada, akan dikarantina dan diobati,” tekannya.
Disinggung apakah PMK berdampak pada kesehatan manusia, Annang menjawab hampir tidak ada.
“Dampaknya ke manusia hanya kerugian ekonomi (akibat kematian sapi). Kalau merugikan kesehatan dan menular, tidak ada,” tutupnya. (war/az/fud)